07 January 2009
WARIS
Asww.
Pertanyaan Aswb: Saya ingin membuat surat wasiat, mewariskan deposito hasil kerja saya murni pribadi sendiri kepada 3 anak sy, untuk bekal pendidikan mrk, tanpa diketahui suami,Apakah syah secara hukum?. Maksudnya bila sy meninggal lbh dulu, dana kuliah anak2 tidak ada yg ganggu.Trmksh Pak. Smoga ALLAH selalu memberkati Bapak.Amien.
Jawaban Assalamu'alaikum wr.wb
Segala puja dan syukur kepada Allah Swt dan shalawat salam untuk RasulNya.
Wasiat adalah pesan seseorang memberikan sebagian hartanya kepada orang lain yang ditunaikan setelah ia meninggal dunia.
Dalam perspektif hukum Islam, wasiat dianggap sah apabila ditujukan kepada selain dari ahli waris dan isi wasiat itu tidak lebih dari sepertiga jumlah hartanya. adapun ahli waris akan mendapatkan haknya dari harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, sesuai dengan aturan / ketentuan yang sudah ditetapkan dalam al-Quran. artinya tanpa ada wasiat sekalipun, ahli waris lah yang akan memiliki harta peninggalan orang yang meninggal dunia itu.
Awal mulanya, wasiat untuk ahli waris dibolehkan, khususnya kepada kedua orang tua. namun kemudian hukum itu dinasakh (dihapus) dengan hukum waris itu sendiri, dimana orang tua juga mendapatkan bagian tertentu dari harta waris. Allah Swt berfirman terkait dengan perintah untuk membuat wasiat dalam QS.al-Baqarah:180
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (QS.al-Baqarah:180).
Namun kemudian ayat itu dihapus hukumnya dengan ayat lain yang berbicara tentang ketentuan bagian warisan, yang terdapat dalam surat an-Nisa ayat 11,12 dan yang lainnya. sebagaimana disebutkan dalam shahih bukhari;
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ الْمَالُ لِلْوَلَدِ وَكَانَتْ الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ فَنَسَخَ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ مَا أَحَبَّ فَجَعَلَ لِلذَّكَرِ مِثْلَ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ وَجَعَلَ لِلْأَبَوَيْنِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسَ وَجَعَلَ لِلْمَرْأَةِ الثُّمُنَ وَالرُّبُعَ وَلِلزَّوْجِ الشَّطْرَ وَالرُّبُعَ (رواه البخاري)
Dari Ibnu Abbas ra berkata; dulu harta (warisan) itu semuanya untuk anak, dan orang tua mendapatkan sesuai wasiat, kemudian Allah menghapus hal itu sesuai yang dikehendakiNya, maka menjadikan untuk anak laki-laki sama denga bagian dua anak perempuan, dan menjadikan untuk kedua orang tua; setiap mereka mendapat seper enam, dan menjadikan untuk istri seperdelapan dan seper empat, dan untuk suami setengah dan seper empat (HR. Bukhari)
Dengan demikian, dalam perspektif hukum Islam, wasiat untuk ahli waris itu sudah tidak ada lagi, namun masih tetap berlaku jika ditujukan kepada selain dari ahli waris. dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:
لَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
tidak ada wasiat bagi ahli waris (HR. Bukhori).
Jika seseorang ingin memberikan hartanya kepada anaknya, maka bisa dilakukan ketika ia masih hidup, dan hal itu disebut sebagai hibah (pemberian). karena pada hakikatnya seseorang yang memiliki harta, ia berhak membelanjakan sesuai dengan keinginannya (dalam hal yang halal), termasuk memberikan harta itu kepada anaknya atau bahkan kepada orang lain.
Oleh karenanya, jika ibu hendak memberikan semua harta atau sebagian harta ibu kepada anak, maka ibu bisa melakukannya tatkala ibu masih hidup, mungkin untuk memperkuat / sebagai bukti, bahwa ibu telah memberikan harta itu kepada anak, perlu dibuat pernyataan hitam di atas putih, hanya sekedar sebagai bukti tertulis, meskipun sebenarnya dalam perspektif Islam, tanpa ada surat tertulis semacam itu, pemberian sudah dianggap sah dengan secara lisan, misalnya orang tua mengatakan kepada anaknya "aku berikan rumah ini untukmu".
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari, alangkah baiknya ketika transaksi hibah (pemberian) itu dilakukan, diketahui oleh pihak-pihak tertentu, seperti anak itu sendiri, suami, atau mungkin ahli waris yang lain yang dirasa perlu.
Karena, jika pemberian itu tanpa sepengatahuan suami atau ahli waris lain yang dianggap perlu, mungkin ketika ibu meninggal dunia nanti, mereka tidak rela. dan mereka menganggap bahwa harta peninggalan ibu, baik yang nampak atau yang ada ditabungan atau deposito, adalah harta warisan yang harus dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, termasuk didalamnya ada suami, dan ahli waris yang lain. bisa saja orang yang tidak rela berargumen bahwa surat itu hanya rekayasa anaknya saja untuk menguasai harta ibunya. ini hanya permisalan dan semoga saja tidak demikian.
Jadi kesimpulannya, wasiat dianggap sah apabila ditujukan kepada selain ahli waris, dan tidak melebihi sepertiga dari jumlah harta yang dimilikinya. jika seseorang menulis wasiat untuk ahli waris, maka wasiat itu tidak sah dan tidak bisa dilaksanakan. dengan demikian, harta yang ditinggalkan secara otomatis merupakan harta warisan yang akan dibagikan kepada semua ahli waris yang ada yang berhak menerima, tidak terbatas kepada anak saja. namun jika seseorang hendak memberikan hartanya kepada anaknya, ia bisa memberikan disaat ia masih hidup. wallahu a'lam.
wassalam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment