26 July 2008

Masjid


Konsultasi : Thaharah
wanita haidh berdiam di Masjid?

Pertanyaan:

Assalamuaikum, ustadz....
Saya pernah baca sebuah hadis , bahwa orang yang haidh & junub tidak halal masuk masjid (berdiam). Tapi sekarang banyak wanita yang berdiam di masjid dalam keadaan haidh dengan alasan bahwa hadis itu berlaku karena takut darah mengotori masjid, sementara sekarang telah ada pembalut yang menjamin tidak akan ada kebocoran yang akan mengotori masjid (maaf ustadz). Dapatkah hukum berganti dengan alasan seperti itu ustadz? Mohon jawabannya dengan hadis-hadis yang menguatkan pernyataan ustaz, syukron!!!

wass

Ita


Jawaban:

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba'd.

Orang yang haidh dan dalam keadaan junub dilarang masuk masjid. Hal itu didasarkan pada hadits Rasulullah SAW :


Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh". (HR. Bukhori, Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah.

Larangan Yang Bersifat Ubudiyah / Ritual Keagamaan

Larangan wanita haidh untuk berdiam di masjid bukan karena sebab-sebab yang logis dan teknis, tetapi larangan itu bersifat ubudiyah dan ritual keagamaan. Sama seperti masalah wudhu untuk shalat, bukan semata-mata kebersihan. Karena kalau semata-mata kebersihan, saat seseorang kentut, kenapa harus berwudhu` lagi, padahal secara pisik bagian yang tadi dicuci ketika wudhu` masih bersih.

Begitu juga seperti dalam masalah tayammum sebagai pengganti wudhu`. Kalau pakai logika, seharusnya tidak pakai tanah tapi pakai kain atau tissue saja biar bersih. Tapi sekali lagi, ini bukan urusan logika kebersihan dan masalah teknis. Ini adalah urusan diniyah dan ritual keagamaan. Tidak bisa dibedah dengan metode ilmiyah.

Wanita yang haidh tidak boleh berdiam di masjid semata-mata bukan karena takut darahnya mengotori masjid, tetapi karena memang demikianlah Rasulullah SAW mengajarkan agama ini kepada kita.

Allah SWT berfirman :

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.(QS. Al-Ahzab : 36 )


Bukankah para wanita mengenal pembalut anti bocor seperti yang seringkali diiklankan ? Dengan memakai pembalut, maka bisa dipastikan tidak akan mengotori masjid bukan ? Dan sejarah pembalut wanita bukan hanya baru dikenal sekarang ini saja, tapi sejak masa lalu pun para wanita sudah mengenalnya. Meski mereknya tidak seperti yang di iklan-iklan itu.

Dan alasan lainnya adalah kebolehan wanita yang mendapat istihadhah masuk masjid dan melakukan shalat. Bukankah seorang wanita yang mendapatkan istihadhah itu juga keluar darahnya ? Dan tentu saja beresiko mengotori masjid juga bukan ? Mengapa Rasulullah SAW tidak melarang mereka masuk masjid ? Apa yang membedakannya ? Yang membedakan adalah semata-mata masalah ritual, yaitu petunjuk dari Rasulullah SAW yang bersifat sakral dan bukan karena alasan teknis semata. Bahwa wanita haidh diharamkan masuk masjid, baik pakai pembalut atau tidak.

wanita haid mengajar di masjid

Sejak awal didirikannya sebuah pendidikan terutama bila memakai masjid sebagai tempatnya, harus sudah dipertimbangkan masak-masak tentang siapa pengajar dan juga muridnya. Bila pengajarnya wanita dewasa, maka perlu dipertimbangkan bila nantinya mendapat haidh. Sejak semula semua hal itu harus sudah diperhitungkan oleh para pendiri dan pengurus. Jadi tidak akan terjadi apa yang anda sampaikan sekarang ini.

Karena sebuah masjid memiliki aturan main yang sudah jelas dan baku, tidak boleh digunakan dengan cara sembarangan. Tentunya pengurus masjid lebih tahu akan hal itu ketika disampaikan rencana mengadakan kegiatan pengajian di dalam masjid.

Jalan Tengah

Namun sebagian ulama ada yang memberikan jalan keluar dalam masalah ini dengan membagi masjid menjadi dua bagian. Bagian yang secara formal disebut masjid dan bagian yang tidak termasuk masjid.

Dengan pendapat itu mereka menetapkan bahwa halaman masjid bukan termasuk bagian masjid yang haram didiami oleh orang yang sedang haidh atau junub. Begitu juga teras atau serambinya. Dan bila masjid itu bertingkat dimana salah satunya adalah ruangan yang digunakan shalat dan lainya untuk kantir atau ruang-ruang pertemuan, maka di tempat yang bukan untuk shalat itu seorang wnaita haidh boleh berdiam.

Namun sebagian ulama lain tidak menerima pendapat itu, karena selama tempat itu bernama masjid, maka semua bagiannya termasuk ruangan terlarang untuk didiami wanita haidh atau yang sedang junub.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

No comments: