09 February 2009

FIQIHWANITA


Pertanyaan Assalamualaikum wr.wb
Ustad saat ini saya sering melaksanakan puasa sunnah senin kemis,suatu pagi ketika saya sedang berpuasa istri meminta untuk "berhubungan",akhirnya saya membatalkan puasa dan memenuhi permintaan istri untuk berhungungan karena memang sdh 1 minggu kami tidak berhubungan, pertanyaan saya apakah saya harus mengganti puasa saya dan apakah saya berdosa dengan membatalkan puasa untuk melayani istri,sebelumnya trimakasih ustad atas jawabannya

Jawaban Assalamu alaikum wr.wb.

Orang yang sedang melakukan puasa sunnah bisa menentukan sendiri apakah ia akan meneruskan puasanya atau membatalkannya. Hanya saja, kalau diteruskan lebih utama. Kalaupun kemudian dibatalkan lantaran ada kondisi tertentu misalnya seperti yang terkjadi pada diri Anda atau karena ada jamuan makan, maka ada sebagian ulama yang mengharuskan untuk menggantinya di hari lain dan sebagian lagi menyatakan didak harus diganti.

Para ulama yang mengharuskan untuk mengganti puasa yang dibatalkan tadi berdalih bahwa puasa merupakan bentuk taqarrub. Karena itu ia harus dijaga jangan sampai batal. Allah befirman,

“Jangan kalian membatalkan amal kalian.” (Q.S. Muhammad: 33).
Karena itu, menurut mazdhab Hanafi dan Maliki kalaupun puasa sunnah tadi dibatalkan, maka puasa yang dibatalkan tadi harus diganti dengan puasa di hari yang lain. Dalam hadis riwayat Aisyah ra. disebutkan, “Saya dan Hafshah sedang berpuasa. Lalu, kami berdua ditawari makanan yang mengundang selera. Maka, kamipun memakannya. Tidak lama kemudian Rasulullah datang. Hafshah lebih dulu bertanya kepada beliau, “Kami tadinya berpuasa. Lalu, kami ditawari makanan yang mengundang selera sehingga kamipun memakannya.” Mendengar hal itu beliau berkata, “Gantilah puasa tadi di hari yang lain.” (H.R. al-Tirmidzî 3/103).





Sementara menurut sebagian ulama yang lainpuasa sunah tersebut boleh dibatalkan tanpa wajib diganti. Pendapat ini menjadi pegangan madzhab Syafi’I dan dan Hambali. Pendapat ini diperkuat oleh sejumlah riwayat:

1. suatu ketika Aisyah ra. berkata, “Wahai Rasulullah, kita diberi hiys (kurma yang dicampur dengan samin dan susu).” Beliau berkata, “Bawalah kemari. Tadinya aku berpuasa.” Beliaupun memakannya. Dalam riwayat al-Nasâ’i ada tambahan yang berbunyi, “Puasa sunah seperti orang yang mengeluarkan hartanya untuk sedekah. Ia bisa terus mengeluarkannya dan bisa pula menahannya.” (H.R. Muslim dan tambahan al-Nasâ’i terdapat dalam Sunan-nya.

2. Abû Sa’id al-Khudzri ra. berkata, “Aku membuatkan makanan untuk Rasulullah saw. Lalu, beliau datang bersama sejumlah sahabatnya. Ketika makanan dihidangkan, ada dari mereka yang berkata, ‘Saya sedang berpuasa.’ Mendengar hal tersebut, Rasulullah bersabda, ‘Saudaramu telah mengundangmu dan telah berusaha menjamumu. Berbukalah! Gantilah puasa tersebut di hari yang lain jika engkau mau.’”(H.R. al-Bayhaqi).

Atas dasar itu, menurut pendapat yang kedua ini, karena puasanya adalah puasa sunah ia tidak wajib diganti. Akan tetapi, menggantinya hanya bersifat anjuran.



Kesimpulannya Anda boleh membatalkan puasa Anda untuk memenuhi kebutuhan dan ajakan isteri Anda. Selanjutnya Anda boleh mengganti puasa tersebut di hari lain dan boleh juga tidak.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

No comments: