25 September 2008

IRAK


BAGHDAD - Warga keturunan Arab yang telah tinggal di Irak berpuluh-puluh tahun kini sangat kesulitan untuk memasukkan anak mereka ke sekolah-sekolah di negara itu. "Ketika mereka melihat dokumen kami dan mengetahui jika kami bukan warga asli Irak mereka mulai mencari-cari alasan untuk tidak menerima anak kami," ungkap Rayan Mohmmad,34 tahun, seorang ayah tiga anak berdarah Palestina yang tinggal di Baghdad.

"Mereka meminta dokument lain, beberapa kepala sekolah bahkan meminta donasi untuk sekolah. Kami dari keluarga sederhana yang miskin dan tidak dapat menjangkau itu," tambah Rayan seperti yang dilansir oleh IOL. "Padahal sejauh yang saya tahun, pendidikan di Irak itu gratis untuk seluruh warga," kata Rayan.

Menurut Asosiasi Palestina di Irak, sekitar 60 % anak mereka putus sekolah dan kuliah karena alasan keuangan. Yasser Ahmed, 39 tahun,ayah dua anak asal Libanon terpaksa mengeluarkan anaknya dari sekolah utama setelah diminta untuk membayar lebih dari US$ 2.000 untuk setiap anak.

"Saya telah tinggal di sini sejak kecil dan tidak pernah membayar satu dolar pun untuk pendidikan saya," kata Yasser gusar."Saya tidak tahu bagaimana caranya mencari ribuan dolar sejak saya harus menutup bisnis saya gara-gara ancaman militan," imbuhnya

"Mayoritas sekolah, lebih mengutamakan warga Irak asli, dengan pengeluaran non Irak besar-besaran, beberapa di antara sekolah bahkan tidak dapat menampung warga lokal.

Sementara menteri pendidikan mengatakan bangku sekolah dan universitas memang diprioritaskan pertama untuk bangsa Irak asli.

"Terlampau mahal untuk menyediakan kualitas pendidikan untuk setiap warga Irak dan warga asing di negara ini," ujar seorang staf pemerintah yang enggan disebut namanya. "Kami di bawah situasi kekurangan infrastruktur sangat masif dan tidak dapat mengambil jatah warga Irak untuk diberikan kepada warga asing," imbuhnya.

Lebih lanjut, staf itu berkata, "Kami akan melakukan yang terbaik agar mereka semua dapat bersekolah, namun di universitas situasinya lebih sulit dan mereka harus membayar studi mereka atau mencari layanan publik di negara asalnya."

Namun yang dikeluhkan warga pendatang, banyak sekolah di Baghdad yang masih memiliki bangku kosong, saat si kepala sekolah menyatakan jika sekolah sudah penuh dan tidak bisa bisa menerima warga Arab.

Saya mendapat tempat di sini karena ibu saya asli Irak meski saya berkebangsaan Palestina. Melalui bantuan seorang kenalan, saya dapat sekolah tahun ini," ujar Fatima Mohammad, pelajar sekolah dasar berusia 10 tahun di distrik Mansour. "Saya juga melihat bangku kosong setiap hari di kelas," unkap Fatima.

Sementara Salwa Abdel-Rahman memiliki kisah tidak menguntungkan. Mahasiswa ekonomi asal Maroko itu dipaksa putus kuliah setelah diminta membayar studinya. "Saya lahir di sini dan kini saya dilihat sebagai warga asing," ujar perempuan berusia 19 tahun itu seraya menahan tangis.

"Saya dipaksa untuk meninggalkan kampus, menangis setiap hari melihat demokrasi yang dibawa Amerika ke Irak hanya membantu mreka yang memiliki uang, bukan keluarga miskin, apapun kebangsaannya," ujar Salwa.

Salwa bukanlah satu-satunya kasus. Sejak tahun lalu kasus serupa terjadi. Terlepas dari upaya mencari bantuan, akhirnya tetap juga warga asing dikalahkan. "Beberapa petugas malah berkata, 'seharusnya kami berterima kasih tetap dapat tinggal di sini. Lebih baik bersyukur dengan keadaan," tutur Salwa.

Banyak warga Arab menyalahkan pemerintah Irak yang hanya berdiri di luar pagar dan menonton mereka mendapat diskriminasi. "Pemerintah menutup mata denga masalah kami dan terlihat jelas jika mereka ingin kami keluar dari negara ini," kata Ahmed Falah, juru bicara Asosiasi Palestina.

"Anak-anak kami memiliki hak yang sama dalam pendidikan seperti halnya anak Irak selama rezim Sadam. Kami bahkan memiliki tempat khusus yang ditujukan untuk warga Arab," kenang Ahmad. "Kami tidak ingin banyak, hanya pengakuan keberadaan kami di sini dan kesempatan kepada anak-anak kami untuk sekolah," lanjut Ahmad.

Jutaan warga Arab yang telah tinggal di Irak bertahun-tahun, menghadapi bermacam diskriminasi yang telah berlangsung lama, sejak invasi Amerika Serikat di tahun 2003. Seluruh komunitas menjadi target kecurigaan menentang pasukan luar negeri dan sekutu Irak.

Namun banyak keluarga yang tidak dapat mengungsi karena alasan ekonomi, mengambil resiko untuk tetap tinggal. Beberapa mencari perlindungan di wilayah otonomi Kurdistan, utara Irak yang lebih stabil dan aman.

Tidak ada data statistik beberapa warga berkebangsaan Arab tersisa di Irak saat ini. Asosiasi lokal menyatakan, ada sekitar 90.000 orang, jumlah yang sudah menyusut separuh setelah invasi. Sebagian dari mereka terbunuh atau meninggalkan Irak untuk alasan keamanan./it




foto : Suasana sebuah kelas sekolah dasar di Irak.

1 comment:

Unknown said...

Halo, nama saya Laima, saya adalah korban di tangan kreditur penipuan saya telah ditipu 27 juta, karena saya butuh modal besar dari 140 juta, saya hampir mati, tidak ada makanan untuk anak-anak saya, bisnis saya adalah hancur dalam proses saya kehilangan suami saya. Saya dan anak-anak saya tidak tahan lagi .all ini terjadi Januari 2015, tidak sampai saya bertemu seorang teman yang memperkenalkan saya kepada ibu ibu yang baik Alexandra yang akhirnya membantu saya mendapatkan mengamankan pinjaman di perusahaannya, ibu yang baik, saya ingin menggunakan kesempatan ini terima kasih dan Allah terus memberkati Anda, saya juga ingin menggunakan kesempatan ini untuk memberitahu semua orang Indonesia, bahwa ada banyak penipuan di luar sana, jika Anda membutuhkan pinjaman dan kontak pinjaman dijamin ibu yang baik Alexandra melalui email perusahaan. alexandraestherloanltdd@gmail.com
atau alexandraestherfastservice@cash4u.com,
Anda dapat menghubungi saya melalui email ini; laimajelena@gmail.com untuk setiap informasi yang Anda perlu tahu, silakan dia adalah satu-satunya orang yang jujur saya dapat memberitahu Anda.
Terima kasih