02 July 2008


Konsultasi : Fiqih Wanita
hukum USG pada dokter laki2

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum wrwb.

Ustd yg dirahmati Alloh, saya adalah suami yg menginginkan tegaknya syariah islam di rumah kami. mohon penjelasan bagaimana hukum periksa kandungan (USG) pada dokter laki2? karena saya merasa cemburu jika perut istri saya diliat orang lain, walaupun itu dokter, apakah cemburu saya dibolehkan? mohon penjelasan yang lengkap beserta dalil2 yg jelas untuk upaya saya menegakkan syariah Islam dirumah kami. dan bagaimana bila didaerah kami tidak ada dokter perempuan/bidan yg memiliki alat untuk USG?
mohon penjelasannya. semoga Alloh memberi tambahan Ilmu bagi kita, syukron jaziilan

harist


Jawaban:

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d

Rasa cemburu yang ada dalam diri Anda adalah fitrah alami manusia sekaligus sebagai pertanda adanya iman. Selanjutnya dalam kasus Anda, bila penanganan yang diinginkan dari dokter ahli laki-laki itu bisa dijamin tidak terjadinya proses melihat aurat besar, maka tingkat larangannya masih bisa ditolelir. Sedangkan bila tidak mungkin, maka kita harus mencari level darurat apakah yang bisa membolehkannya.

Tentu saja selama masih ada dokter wanita, itu yang lebih utama. Meskipun bila dilihat secara hukum Islam, pada dasarnya tidak ada orang yang boleh melihat aurat besar (kemaluan) seorang wanita kecuali suaminya saja

Dan satu hal yang penting diingat, bahwa meski seorang dokter, bukan berarti boleh begitu saja melihat kemaluan wanita tanpa alasan yang kuat. Apalagi bila dokter itu laki-laki. Dokter wanita dalam hal ini lebih ditolelir untuk melakukannya, meski perlu diingat bahwa wanita non muslim kedudukannya sama dengan laki-laki ajnabi (non mahram) yang tidak diperbolehkan bagi seorang muslimah untuk memperlihatkan aurat yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan tapak tangan.

Maka bila masih ada dokter wanita yang muslimah, tentu Anda harus mendanginya. Namun bila tidak Anda, maka dibolehkan dokter wanita yang bukan muslimah. Sedangkan dokter laki-laki yang non muslim urutannya ada pada posisi terakhir, bila semua alternatif tidak memungkinkan lagi.

Manurut kami, sebaiknya Anda coba terlebih dahulu dokter wanita meski keberadaannya sangat jarang tapi bukan berarti tidak ada. Kelangkaan dokter spesialis wanita tidak menjadi mubarrir (unsur pemboleh) menggunakan jasa dokter laki-laki. Kecuali memang jika sama sekali tidak ada.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

No comments: