18 July 2008
FIQIH
Konsultasi : Masalah Umum
halalkah gaji PNS dari hasil nyogok?
Pertanyaan:
Assalamualaikum Wr Wb
Saya adalah salah satu PNS di instansi pemerintahan di kota Samarinda. Namun satu hal yang masih menjadi pikiran saya, yakni saya diterima sebagai PNS memalui jalur belakang (menyogok). Terus terang hal itu terjadi karena dorongan orang tua saya. Hingga saat ini, saya terus menyesali hal tersebut. Yang menjadi pertanyaan saya adalah apakah gaji yang saya terima setiap bulan itu halal atau tidak? Jika tidak, apa yang harus saya lakukan? apakah saya mesti keluar/mengundurkan diri dari PNS? Jika hal tsb saya lakukan, yang ada dalam benak saya adalah akan kerja apa saya nanti? Lalu bagaimana dengan anak dan istri saya? Terus terang saya telah bertaubat mengenai hal ini, namun hingga saat ini, pikiran saya tidak pernah tenang dan selalu gundah gulana. Mohon solusi yang terbaik. Terima kasih. Wass
Andre Agatha
Jawaban:
wa'alaikumsalam wr,wb
segala puja dan syukur kepada Allah Swt dan shalawat salam untuk RasulNya.
praktek sogok menyogok atau suap, adalah fenomena yang luar biasa di indonesia, mungkin juga di negara-negara lain. sampai sekarangpun "tradisi" itu susah untuk ditinggalkan begitu saja. Dalam kondisi yang akut seperti ini, kalau ada orang yang masih ingin hidup bersih dari sogok akan menjadi orang yang sangat istimewa. Sebab pasti berbeda dengan yang lainnya.
Islam memang mengharamkan sogokan. Sebab hal itu akan melahirkan ketidak-adilan dan ketimpangan. Praktek sogok menyogok adalah dosa besar yang diharamkan Allah SWT. Pelakunya dan orang yang minta disogok sama-sama akan mendapat laknat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
Allah melaknat penyuap, yang disuap dan perantara keduanya? (HR. At-Tabrani)
Namun bila seseorang bekerja dengan hasil keringatnya dan pernah suatu ketika terprangkap dengan urusan sogok menyogok, tidak berarti semua hasil jerih payahnya itu haram. Lebih tepatnya memang menyogok itu haram, tetapi keharamannya tidak harus menulari hasil keringat kerjanya secara keseluruhan. Sebab biar bagaimanapun, seseorang sudah bekerja dengan mengeluarkan keringat. Dan itu harus dihargai sebagai sebuah kerja. Maka dia tetap berhak atas jerih payah yang telah diusahakan.
Apalagi bila secara kemampuan memang mencukupi persyaratan sehingga tidak ada pihak yang dizalimi. Lain halnya bila seorang yang sama sekali tidak punya syarat menduduki sebuah jenis pekerjaan, kemudian menyogok dan menzalimi semua pihak atas ketidak-becusan dirinya. Tentu hal ini jelas haramnya.
Sedangkan bila sogok itu terjadi tanpa dikehendaki oleh yang bersangkutan, tentu perlu dipahami secara lebih dewasa. Sebab ada beberap jenis kejadian yang kelihatannya secara zahir dianggap sogok, namun tetap dibolehkan oleh para fuqaha.
Yang Tidak Termasuk Sogokan
Tidak semua kasus yang ada aroma sogoknya mutlak diharamkan. Sebab para fuqaha membedakan antara sogokan yang sifatnya merubah sebuah keputusan hukum yang seharusnya diambil oleh seorang hakim dengan jenis sogokan lainnya.
Dalam masalah sogokan, para ulama memberikan pengecualian, yaitu uang sogokan yang harus diberikan untuk mendapatkan hak yang sesungguhnya menjadi milik kita. Dalam kondisi demikian, maka para ulama memberikan rukhsah dalam sogokan itu, asalkan syaratnya untuk mendapatkan apa yang menjadi hak kita sendiri.
Bila kita buka kitab-kitab fiqih, kita akan dapati bahwa sogokan itu sering disebut dengan Risywah (suap), dimana secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. (al-Misbah al-Munir ? al Fayumi, al-Muhalla ?Ibnu Hazm).
Al-Fayumi berkata bahwa sogokan / risywah adalah uang yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memutuskan hukum yang menguntungkannya atau sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa (Kasyful Qona? 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).
Jadi intinya sogokan itu adalah upeti atau pembayaran yang diberikan kepada hakim atau penguasa yang dengan itu dia bisa mempengaruhi keputusan menjadi tidak adil atau menimbulkan kezaliman lainnya.
Pembagian Risywah Menurut Madzhab hanafi :
Risywah terkait dengan putusan hukum dan kekuasaan, hukumnya haram bagi yang menyuap dan yang menerimanya.
Menyuap hakim untuk memenangkan perkara, hukumnya haram bagi penyuap dan yang disuap.
Menyuap agar mendapatkan kedudukan/ perlakuan yang sama dihadapan penguasa dengan tujuan mencegah kemudharatan dan meraih kemaslahatan, hukumnya haram bagi yang disuap, tapi halal bagi yang menyuap.
Memberikan harta (hadiah) kepada orang yang menolong dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kezhaliman dengan tanpa syarat sebelumnya, hukumnya halal bagi keduanya.
jika seseorang hendak bertaubat dari satu dosa, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan:
pertama : ia harus menyesali perbuatan yang pernah ia lakukan itu.
kedua : ia menyesali perbuatan itu dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi.
ketiga : menggantinya dengan amal sholeh, diharapkan pahala baik amal sholeh itu bisa menghapus atau paling tidak mengurangi dosa kejahatan yang pernah dilakukan.
adalah suatu yang wajar jika seseorang pernah melakukan suatu dosa yang serius, kemudia ia merasa dihantui dengan perasaan dosa itu. namun jika ia telah berataubat dengan segala persyaratannya, maka serahkanlah urusan itu kepada Allah, dan yakinlah bahwa Allah Maha pengampun. dengan demikian perasaan tidak tenang itu bisa terobati sehingga tidak mengganggu kondisi dirinya dalam beraktivitas.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment