28 April 2008

REALITA MASYARAKAT ISLAM SAAT INI


Print

Penterjemah: Abu Ahmad

ASWW.

Mungkin kita semua sudah mengetahui, apa yang telah terjadi dan dialami olah masyarakat Islam saat ini. Kita sadar bahwa masyarakat Islam saat ini berada pada titik paling rendah terhadap kemajuan yang telah dihadirkan oleh orang lain, kita menyadari bahwa saat ini mujtama’ Islam saat ini sedang menderita kejumudan, kemalasan bahkan keterbelakangan dari berbagai aspek, sementara Barat berada pada puncak kemajuannya.

Kita juga menyadari bahwa yang dibawa oleh barat telah menjerumuskan umat pada dunia kejahilan sehingga melumpuhkan sendi-sendi kehidupan dan segala sistemnya, dan yang mengherankan seakan umat tidak bisa menolaknya kecuali hanya bisa mengikuti seperti burung beo, tanpa bisa menganalisa mana yang benar dan mana yang salah, mana yang hak dan mana yang bathil, mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga kondisi seperti itu menyebabkan umat tidak mampu menegakkan Islam dalam diri umat, memberikan pencerahan tentang pandangan Islam dalam akal umat, dan tidak membentuk umat seperti gunung yang besar di tengah suatu komunitas manusia seperti yang pernah dialami oleh umat Islam pada masa pertama pembentukannya.

“Umat Islam saat ini seakan berada pada masa jahiliyah seperti masa jahiliyah saat Islam diturunkan bahkan boleh jadi lebih buruk dari masa saat itu, disekitar umat seluruhnya jahiliyah. Cakrawala umat manusia dan akidahnya, adat dan istiadat mereka, sumber ideology, kesenian dan sastra, syariat dan undang-undang bahkan pada tsaqofah Islamiyah, maraji’ Islam, falsafah Islam, dan ideology Islam. Ada yang terbentuk dari jahiliyah.”[1]

Sesungguhnya yang demikian itu merupakan ironi yang sangat memprihatinkan, dan krisis yang memilukan, fenomena keterbelakangan di tubuh umat Islam, yang sumber dan penyebabnya sangat beragam, baik dari luar maupun dari dalam, dan kita tidak bisa membersihkannya kecuali ada tekad dari setiap anggota masyarakat untuk menghadapinya dengan penuh kesungguhan dan upaya yang maksimal.

Penyebab keterbelakangan umat Islam dari luar adalah karena adanya penjajahan barat atas negara Islam semenjak jatuhnya khilafah Islamiyah, barat telah menjadikan mereka bangsa dan negara-negara kecil. Disamping itu mereka juga merampas kekayaan dan melemahkan potensi mereka, dan melakukan berbagai penghadangan pada setiap usaha melakukan kebangkitan yang dilancarkan dan membangun negara berdaulat. Jika ada suatu pergerakan, dan sebagian yang ingin bangkit melawan penjajahan, maka dengan segera mereka -barat- berusaha menghadangnya dengan berbagai rintangan dan cobaan, hingga pada usaha masuknya aksi militer yang kejam, menghancurkan sendi-sendi kebangkitan dan membuat strategi guna membuat kebangkitan tandingan dan pemerintahan boneka yang dibentuk untuk kemaslahatan barat dan melanggengkan kekuasaan para penjajah ditengah pasar dunia.

Adapun penyebab dari dalam adalah karena kejahilan, keterbelakangan, kemalasan dan kelalaian, kelemahan dalam berfikir dan konsep dan mendirikan proyek-proyek dan industri-industri besar, dan hanya bertumpu pada apa yang telah dicapai oleh orang lain hingga pada makanan pokok mereka, sehingga negara Islam (mayoritas penduduknya Islam) dan negara-negara yang kaya akan minyak dan hasil buminya hanya sebagai konsumen pada negara-negara barat, hasil buminya hanya dijadikan untuk bermewah-mewahan dan bermegah-megahan, bangga dengan kemewahan pada bangunan dan ornemen-ornamennya, pada istana dan mobil-mobil mewah dan keluaran terbaru, mencari yang terbaru dan membuang yang lama (kuno) disertai dengan fasilitas yang modern, baik pada kendaraan, pakaian, dan sarana lainnya, juga pada makanan, minuman dan menu-menu yang beragam”.[2]

Atau mungkin –dari sebab keterbelakangan ini- karena umat lalai, telah meninggalkan tugas pokok kita yaitu berda’wah, menyeru kepada Allah, umat belum menyampaikan agama Islam dengan nilai-nilai yang luhur dan mulia ke seluruh penjuru dunia…umat mungkin menjadi propaganda yang paling buruk terhadap Islam, sekalipun memiliki potensi yang besar yang dianugrahkan oleh Allah SWT, namun tetap berada dalam keterbelakangan dalam keilmuan, ekonomi, politik dan demokrasi. Umat tidak berusaha mengambil pelajaran dari Al-Qur’an bagaimana berinteraksi dengan musuh.

Dan kesalahan yang terbesar adalah bahwa seluruh komponen umat belum bisa bertemu dalam satu kata, bersatu dalam sikap sehingga sirna hati umat dari perasaan satu umat dan ruh jamaah.

Atau juga menjadi umat yang paling buruk, karena umat telah meninggalkan untuk bertahkim kepada hukum Allah dan sunnah Nabi Muhammad saw, tidaklah kehinaan yang dialami umat islam saat ini kecuali terjadi secara alami karena meninggalkan syariat Allah, jumlah umat Islam saat ini banyak namun mereka seperti buih yang mengapung diatas air, sungguh benar apa yang disabdakan Rasulullah saw :

يوشك أن تداعى عليكم الأمم كما تتداعى الأكلة إلى قصعتها، قالوا : أمن قلة نحن يومئذ ؟ قال : بل أنتم كثير ولكنكم غثاء كغثاء السيل، ولينزعن الله من صدور عدوكم المهاية منكم، وليقذفن الله في قلوبكم الوهن، فقالوا : يا رسول الله وما الوهن ؟ قال : حب الدنيا وكراهية الموت

“Kelak kalian akan menjadi umat yang diperebutkan seperti halnya orang yang makan berebut pada pinggannya, mereka berkata : apakah saat itu jumlah kami sedikit ? rasul bersabda : kalian saat itu banyak namun kalian seperti buih yang mengalir diatas air. Allah akan mengangkat dari hati musuh kalian kewibawaan dari diri kalian, dan akan ditimpakan dalam diri kalian al-wahn. Mereka berkata : Ya Rasulullah, apa al-wahn itu ? Rasul bersabda : cinta dunia dan takut mati” (Abu Dawud)

Demikianlah, apa yang terjadi pada umat Islam saat ini, dan kondisi kita yang harus kita sadari dan mencari solusi untuk keluar dari krisis yang menyakitkan ini. Berusaha membersihkan diri dari kehinaan dan membeo terhadap umat lainnya dan kembali menjadi umat yang memiliki jati diri yang luhur.

Dari fenomena ini kita harus lebih dahulu membersihkan diri untuk melakukan perubahan, karena Allah SWT berfirman :

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai mereka merubah diri mereka (lebih dahulu). (Ar-ra’du : 11)

kita harus memulai dari diri kita sendiri, jika kita ingin merubah nasib kita, karena Allah juga tidak akan segan-segan mengganti suatu kaum yang menyimpang pada generasi yang lain, Allah berfirman :

وَإِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْماً غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ

“Jika kalian menyimpang maka (Allah) akan mengganti kalian dengan kaum yang lain dan tidak seperti kalian”. (Muhammad : 38)

saat ini kita memang berharap akan rahmat Allah, maghfirah dan pertolongan-Nya, namun muslim yang sejati juga merupakan kunci dan solusi; keimanannya, akal dan akhlaknya, terhadap dirinya, keluarganya dan Tuhannya, pembelaannya terhadap kebenaran dan berdiri pada barisan yang satu menghadapi kebatilan merupakan sarana yang ampuh untuk melakukan perubahan dan keluar dari krisis.

Walhaq dan ala kulli halin –seperti yang diungkapkan Abul A’la Al-Maududi- rahimakumullah : “Sesungguhnya tidak mungkin akan terjadi kebangkitan Islam yang komprehensip dan paripurna kecuali dengan menancapkan pokok-pokok keimanan di segala aspek kehidupan baik individu maupun kelompok, dan yang dikira –demikian yang tertulis dalam teks asli, semoga yang dimaksud adalah dirasakan- manusia dengan kewajibannya bahwa setiap/segala yang berada ditangannya adalah milik Allah SWT semata, dan memandang bahwa Allah SWT adalah pemilik yang sah dan asli, untuk dijadikan pengetahuan, yang disembah, ditaati, miliknya segala perintah dan larangan, tidak ada pancaran hidayah kecuali Dia, memiliki perasaan ketenangan jiwa dengan penuh kesadaran bahwa setiap penyimpangan dari ketaatan kepada Allah atau tidak membutuhkan/mengharap petunjuk dari-Nya, mensyirikkan yang lain dengan-Nya, terhadap Dzat-Nya dan sifat-Nya serta segala perbuatan dan kehendak-Nya tidak lain kecuali merupakan kesesatan dari segala sisi dan bentuk serta coraknya.

Bahwa bangunan ini –keimanan kepada Allah SWT- tidak mungkin akan kokoh pondasi-pondasinya kecuali jika dalam hatinya memiliki pandangan yang bersih, dan memiliki perasaan yang sempurna dan keinginan yang kuat bahwa segala sesuatu yang ada dalam dirinya adalah milik Allah dan kembali kepada mengharap ridla-Nya, menyerahkan segala apa yang ada dalam dirinya sebagai bagian dari keridlaan dan kebencian, dan menjadikannya tunduk mengharap ridla Allah dan kemarahan-Nya, membersihkan dirinya dari riya dan sombong, mencelupkan segala pandangan, pemikiran, pendapat, inspirasi dan manhaj ideologinya dipelupuk ilmu yang telah diturunkan Allah seperti yang termaktub dalam kitab-Nya. Melepaskan lehernya dari ikatan segala macam ketergantungan dan loyalitas yang tidak tunduk dan taat kepada Allah SWT, bahkan mungkin menghadapkan wajahnya, dan menancapkan kecintaan dan kerinduan kepada Allah di dalam hatinya, juga menafikan diri dari lubuk hatinya yang dalam terhadap segala berhala yang menyamai kebesaran Allah dan keagungan-Nya, serta memancarkan kecintaan dan kemarahannya, kesetiaan dan permusuhannya, kesenangan dan kebenciannya, berdamai dan berperangnya…, dalam rangka mengharap ridla Allah SWT, sehingga dirinya tidak pernah ridla kecuali terhadap apa yang diridlai Allah dan membenci kecuali yang dibenci oleh Allah SWT”.[3]

Wallahu a’lam bisshowab.

No comments: