Hard to forget
14 Februari 2011 pukul 18:12
Allah selalu punya cara untuk mendidik, mengajar dan menuntun kita mempraktekan ilmu yang kita punya. Benar bahwa,
“Alif lam mim. Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan untuk mengatakan kami telah beriman lalu mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka agar Kami benar-benar mengetahui siapakah di antara mereka yang benar-benar beriman dan agar Kami mengetahui siapakah di antara mereka yang berdusta.” (Al Ankabut: 1-3).
Tak seorang Allah biarkan ringan saja mengatakan saya adalah hamba yang ridho, sebelum Allah uji keridhoannya dengan musibah, kesedihan, penyakit, kenikmatan dunia, harta dan apa saja. Bukan karena Allah tak sayang pada hamba-Nya, justru malah sebaliknya.
Mau tahu apa yang saya alami malam-malam begini, hingga saya punya tema untuk menuliskannya menjadi sebuah pelajaran bersama. Semoga pun ini bukan sarana riya atau berbangga diri, tapi bukti bahwa saya sedang menjalani ‘tes’ dari-Nya.
Sejak beberapa tahun terakhir saya terbiasa tidur larut malam, saya sering menghabiskan midnight dengan terjaga. Banyak hal yang bisa leluasa saya lakukan diwaktu ini. Malam ini, setelah saya gagal ber-chat ria dengan seorang saudari karena jaringan internet kurang bagus, saya berniat menghabiskan malam ini dengan sebuah novel “Bumi Cinta” karya kang.Habiburrahman. Tiba-tiba saya sadari bahwa anting-anting sebelah kanan saya absen ditelinga. Sesaat saya terdiam, tumben sekali anting ini pergi tanpa pamit. Saya bukan orang yang mudah panik ketika kehilangan sesuatu, baik itu barang yang sangat berharga ataupun barang yang sepele saja.
Dalam terdiam, saya mencoba mengingat tempat-tempat mana saja yang saya kunjungi seharian ini. Jika diingat bahwa saya sama sekali tak tahu kapan tepatnya barang kecil itu lepas dari tempatnya, ada pesimis dihati saya untuk menemukannya. Ditambah lagi tak mungkin mencarinya dimalam selarut ini.
Tapi saya pikir tak tenang hati ini jika tak mencoba mencarinya, maka mulailah saya sisir kamar saya dari pojok satu ke pojok lain. Iseng terpikir saat itu, untuk sekalian saja beberes kamar. Sekian menit tak saya temukan. Saya menuju ruang tamu, menyisirnya hingga kolong meja dan kursi. Hingga dua kali. Tetap tak saya temukan. Lalu saya menuju bagian belakang rumah, dengan bantuan senter hp saya coba cari di tempat mencuci dan saluran air. Sampai disini tetap tak ada. Entah tiba-tiba saya teringat taujih dari seorang ustadz, ”hasil itu urusan Allah, kita hanya wajib berikhtiar”. Saya jadi semakin semangat untuk mencari, bukan karena takut barang hilang itu tak ketemu, tapi saya ingin kesungguhan saya berikhtiar ini dapat menghapuskan pesimis yang tadi sempat memenuhi hati saya. Mungkin agak berlebihan ya… tapi sungguh, saya merasa malu pada diri saya sendiri.
Saya coba ulangi sekali lagi mencari dari awal dengan terus mengucapkan basmalah dan istighfar berkali-kali. Tetap saja barang itu tak ada, saya pikir, bisa jadi barang itu jatuh ketika saya keluar rumah tadi. Bagaimana cara saya mencari tengah malam begini ??? kemudian saya putuskan untuk mengakhiri pencarian dan akan saya lanjutkan esok hari. Mungkin saya bisa minta bantuan teman-teman serumah. Agak berlebihan kedengarannya, tapi bismillah saja sebagai bentuk ikhtiar, karena saya pikir usaha saya belum maksimal. Setelah berpikir begitu, entah kenapa hati saya jadi yakin bahwa ketemu atau tidak itu bukan lagi hal yang penting, karena saya telah belajar satu hal malam ini.
Saya tak butuh keajaiban anting-anting sebelah itu ditemukan. Saya pikirpun tak perlu menghebohkan orang serumah besok pagi karena hal ini. Bahkan saya sudah merancang kata-kata untuk mempertanggungjawabkan kehilangan kecil itu pada orang tua yang mengamanahkan barang itu pada saya. Saya putuskan untuk berangkat tidur saja, sudah lewat jam 1 dini hari. Saya kekamar mandi berniat untuk berwudhu.
Ternyata benar, mengajarkan ilmu itu lebih mudah diucapkan daripada mempraktekkannya. Sama halnya seperti penggalan ayat diatas, QS. Al-Ankabut: 1-3, tak satupun hamba akan dibiarkan saja berkata saya beriman tanpa Allah beri ujian, hingga diketahui mana yang benar-benar beriman, dan mana yang hanya bunga-bunga lisan saja.
Masih taujih seorang ustad, “seseorang yang melakukan amalan karena ingin dicintai atau disukai manusia, maka Allah akan membencinya dan Allah akan jadikan manusiapun membencinya, namun jika seseorang melakukan sesuatu karena mengharap ridho Allah, maka Allah akan mencintainya dan Allah akan buat semua manusia cepat atau lambat mencintainya”…
Yang saya alami malam ini mungkin bukan hal yang besar, namun sungguh makin membuat saya terpekur lama. Baru saya diuji dengan hal sepele, saya telah mengawalinya dengan pesimis akan pertolongan Allah, saya lebih mendahulukan logika dari pada ke-Maha Besar-an Allah atas segala sesuatu. Bagaimanakah jika saya diuji dengan hal yang lebih besar lagi, entah apa yang akan terjadi pada diri saya.
“Aku memang manusia biasa, yang tak sempurna dan kadang salah…”,
semoga lirik ini tak menjadi legitimasi dari khilaf yang saya lakukan. Selebihnya, saya sangat bersyukur dengan kejadian kecil malam ini. Allah selalu punya cara indah untuk menyentuh hamba-hamba-Nya agar makin mendekat pada-Nya. Sibghatallah. Jika kita mulai jauh dari-Nya, rasakanlah bahwa Allah memberi kita pilihan jalan untuk kembali mendekat. Itu bukti nyata betapa Allah sangat menyayangi kita… Apakah demikian terlalunya kita, hingga enggan membalasnya…
Renungkanlah saudariku
No comments:
Post a Comment