08 April 2009
Demokrasi
Wasilah untuk Perubahan
Beberapa hari lagi kita akan melakukan Pemilu yang diselenggarakan oleh Pemerintahan Indonesia. Dan pesta demokrasi pun dimulai. Dengan itu pula komentar pembela dan penghujat demokrasi bertebaran. Saling serang sana-sini, saling lempar pernyataan dan klaim sepihak. Dan ini sebagian besar dilakukan oleh kalangan umat Islam sendiri.
Demokrasi menantang umat Islam untuk bertanding! Bagi yang tidak ingin bertanding sebaiknya diam dan menjadi penonton setia, dan bagi pemainnya sebaiknya tidak perlu mengikuti komentar-komentar penonton yang pada hiruk-pikuk berteriak-teriak.
Pemain sudah selayaknya berkonsentrasi kepada cara pemenangan pertandingan tersebut, tentunya dengan sesuai syar’i. Tingkat ke syar’ian ini pun sering menjadi polemik, antara komentar penonton dan para pemain yang sedang bertanding.
Itulah ibarat atlit yang sedang bertanding dengan dilihat penonton yang selalu bersorak-sorai, tak lupa dengan komentar celaan, makian maupun hujatan. Itu sudah biasa!
Dan seperti halnya, demokrasi adalah sebuah jalan sebagai prasarana yang hanya bisa dipergunakan untuk saat ini, dan partai adalah kendaraan sebagai sarana yang telah tersedia. Dengan itu kaum kafir menantang umat Islam untuk ikut serta dalam perlombaan tersebut.
Sesuatu hal yang haram dan halal telah ditetapkan secara qhot’i oleh Allah dan adapula sesuatu hukum yang bersifat halal dan haram bisa juga disesuaikan dengan ijtihad para ulama. Hal ini yang tidak boleh dinafikan. Dan inilah yang sering menjadi tolok ukur perbedaan ulama satu dengan yang lainnya. Mungkin kita perlu mengingat peringatan Allah kepada kita : “Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.’ Katakanlah: ‘Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan (kedustaan) terhadap Allah?’ Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah pada hari kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (QS.Yūnus 59-60)
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung.” (QS. An-Nahl 116)
Sebuah ijtihad ulama tidak dapat dinyatakan mutlak kebenarannya dari ulama yang lainnya. Dengan kata lain, sesuatu yang diharamkan oleh ulama belum tentu sesuatu tersebut diharamkan oleh Allah.
Dan demokrasi itu sendiri adalah hal yang menjadi perdebatan para ulama, ada yang menyatakan halal untuk mengikuti demokrasi selama tidak meyakininya, dan ada yang mengharamkannya karena ke-tasyabuh-annya. Mungkin kita perlu mengingat pendapat seorang ulama yang menjadi banyak disepakati para ulama (al-Fakhr ar-Rāzi) “yaitu sesuatu yang bermanfaat adalah halal dan sesuatu yang mendatangkan mudharat adalah haram”. Jika demokrasi mampu mendatangkan kemaslahatan untuk kembali tegaknya khilafah Islamiyah, lalu apakah itu mutlak diharamkan?
Demokrasi adalah ajang latihan para umat Islam untuk dapat mengelola sebuah Daulah atau bahkan Khilafah. Ini adalah training untuk mendapatkan kembali kejayaan Islam. Sesungguhnya mengelola sebuah daerah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, ada banyak masalah yang harus dipecahkan, ada banyak agenda yang harus diselesaikan.
Semua itu perlu latihan dengan tujuan yang jelas. Semua itu ketika umat Islam dapat memenangkan arena pertandingan ini (demokrasi).
Lalu seandainya umat Islam tidak ada yang mengikuti alur demokrasi itu sendiri, apakah mampu mereka menguasai sebuah daerah dengan legalitas yang jelas? Tentu tidak.
Tentu yang mendapatkan dan menguasai sebuah daerah tersebut pasti orang-orang non Islam. Dan umat Islam hanya menjadi kacung-kacung yang hanya mampu berteriak tetapi tidak mampu bertindak apapun.
Dan seandainya saja, umat Islam memenangkan golput. Apakah dengan golput bisa menguasai sebuah daerah? Tentu tidak, pemilu bukanlah sebuah rapat yang jika tidak dihadiri quota peserta rapat menjadi tidak sah. Kemenangan golput hanya mampu menjatuhkan sebuah kredibilitas pemerintahan tetapi bukan sebuah legalitas.
Dengan demokrasi ini Umat Islam ditantang untuk menerapkan system Islamnya yang menyeluruh dan sempurna dalam berbagai bidang. Dengan penerapan ini, jelas untuk memberikan sebuah pernyataan bahwa Islam telah memberikan solusi dari berbagai hal.
Mana mungkin Islam akan tegak dengan kata? Karena Rasulullah sendiri tidak hanya berkata-kata, tetapi menerapkan sistem syariat Islam kedalam pemerintahannya tanpa harus berteriak-teriak “tegakkan syari’at!”. (FA/inilah)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment