03 February 2009

PenjahatPerang


Asww.
Seorang pengacara dalam hukum internasional dan koordinator dari “koalisi internasional untuk meghakimi penjahat perang Israel di Jalur Gaza berkata:” Bahwa waktu untuk Israel yang mengandalkan kekuatan militernya “tanpa impunitas” telah berakhir.

Undang-undang Perancis mengungkap keberhasilan “koalisi internasional” dalam memonitoring dan merekam nama-nama para pemimpin yang bertanggung jawab atas agresi Israel, tetapi menolak untuk menyebutkan nama-namanya dengan alasan untuk ”kepentingan penyelidikan.”

Dalam pernyataan eksklusif dengan “Islamonline.net,” Devr menjelaskan bahwa kehati-hatian pemerintah Israel untuk menyembunyikan nama-nama pejabat dan pegawai yang ikut ambil bagian dalam agresi di Jalur Gaza karena takut adanya tuntutan internasional sudah “terlambat.”

Ia berkata: “Bahwa “koalisi internasional” bidang hukum, sejak awal agresi telah berhasil mendapatkan nama-nama semua komandan militer yang ikut terlibat dalam Agresi Israel di Gaza, pada saat Israel tidak menanggapi panggilan mereka secara serius yang akan dicoba pada tahap awal, maka cukup waktu terhadap koalisi untuk mempelajari lebih lanjut atas kejahatan mereka”.

Devr juga mengatakan bahwa “koalisi persidangan terhadap penjahat perang” telah memiliki daftar nama-namanya, dan pada saat yang bersamaan dia menekankan “Israel harus memahami bahwa penggunaan kekuatan militer telah berakhir tanpa impunitas.”

Dia juga menambahkan: “Bahwa dalam penelitian ini kami menggunakan alat khusus yaitu melalui alat komunikasi dengan tentara Israel untuk mengetahui nama sebagian besar pejabat yang ikut ambil bagian dalam operasi militer, dan kami telah melakukan monitoring dan merekam nama mereka”, sambil menolak mengungkapkan nama-nama tersebut demi kepentingan penyelidikan.

Geil Devr dan sejumlah ahli hukum internasional lainnya telah melakukan pertemuan dengan penuntut umum di Pengadilan Kriminal Internasional, Luis Moreno Ocampo, pada hari Jumat 23 -1 - 2009 di mana dia menerima tuntutan hukum tindakan kriminal sebanyak 350 kasus, yang telah dilakukan oleh lembaga organisasi dan yayasan hak asasi manusia termasuk diantaranya 89 organisasi internasional hak asasi manusia dari Perancis untuk mengadili para pemimpin Israel atas kejahatan di Jalur Gaza.

Kendala-kendala dalam menuntaskan kasus

Paling tidak kendala utama yang dapat menghentikan penuntutan perkara ini, Devr berkata: “Kendala terbesar adalah bahwa Israel tidak menandatangani Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional.”

Israel dan Amerika Serikat tidak pernah menandatangani Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional, yang diadopsi melalui konferensi diplomat PBB tentang pembentukan Pengadilan internasional pada tanggal 17-7-1998.

Tetapi ia menambahkan: “Ada 120 negara yang tealh menandatangani Piagam tersebut, dan kita harus mendapatkan persetujuan dari beberapa negara-negara tersebut untuk kemungkinan melakukan tindakan hukum, tetapi dalam hal apapun kita perlu melakukan investigasi untuk mengidentifikasi terhadap apa yang terjadi.”

Devr juga berharap bahwa Dewan Keamanan PBB berhasil mengeluarkan resolusi yang diperlukan untuk membuka penyelidikan dalam kejahatan Israel di Jalur Gaza, dengan argumentasi bawha Israel bisa saja mengganggu proses tuntutan dari Dewan Keamanan melalui penggunaan hak veto beberapa anggota dewan keamanan.

Namun dia menjelaskan, bahwa ada banyak indikasi yang menunjukkan bahwa Jaksa Agung telah melakukan akhir proses hukum, namun tanpa memberikan rincian lebih lanjut akan hasil yang telah dicapai.

Di samping isu permasalahan utama dihadapan International Criminal Court (Mahkamah tindak pidana internasional), bahwa “Aliansi untuk penuntutan kejahatan perang dan tindak kriminal di Jalur Gaza, harus ” mengangkat sebuah perkara kriminal di hadapan Pengadilan tingkat Pertama di Ibukota Belgia, Brussels untuk menuntut pembatalan Konvensi pada 8 Desember 2008 yang mengangkat hubungan Eropa-Israel ke tingkat yang lebih tinggi dengan non-anggota Uni Eropa, yang diawasi oleh Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dan Menteri Luar Negeri Bernard Kouchner. Dari situ dapat dinyatakan bahwa Israel telah melakukan agresi secara ganas dan keji pada tanggal 27-12-2008, selama 22 hari, sehingga mengakibatkan sekitar 1400 yang syahid dan 5400 yang terluka, dan setengah dari yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak. Penggunaan senjata terlarang secara internasional; seperti missiles bom fosfor putih dan bom panas stereoisomers.

Tuntutan Spanyol

Dalam konteks yang terkait diatas, Pengadilan Nasional Spanyol melaksanakan penyelidikan terhadap tujuh mantan pemimpin Israel yang diduga melakukan kejahatan perang di Jalur Gaza, yang demikian sesuai dengan pernyataan dari Pusat Informasi Palestina untuk Hak Asasi Manusia, yang melakukan penuntutan yang bekerja sama dengan para penyidik Spanyol untuk menyelidiki penjatuhan roket dan bom yang beratnya hampir setengah ton pada Salah satu rumah milik Shalah Syahadah, salah seorang pemimpin brigade Izzuddin Al-Qassam, di distrik El-Darj, di Kota Gaza pada tahun 2002, sehingga mengakibatkan dirinya dan 18 warga sipil lainnya syahid.

Dalam pernyataan yang diterima oleh “Islamonline.net,” bahwa pengadilan meminta 7 pemimpin Israel untuk menyerahkan diri selama periode 30 hari dimulai hari Kamis kemarin, dan ketika mereka tidak mau muncul untuk menyerahkan diri, maka akan dikeluarkan perintah internasional untuk melakukan penangkapan paksa terhadap mereka.

Adapun tujuh tersangka tersebut adalah: “Benjamin Ben-Eliezer, Menteri Infrastruktur Israel, yang waktu itumemegang pos menteri pertahanan, ” Michael Herzog, “sekretaris militer mantan Menteri Pertahanan, ” Moshe Ya’alon ” mantan kepala staf Israel, ” Dan Halutz ” Komandan Angkatan Udara Israel, “Ibrahim Dichter” Direktur intelijen Israel, dan “Doron Almog” yang saat itu menduduki jabatan komandan dari tentara Israel di wilayah selatan, dan “Giora Eiland,” yang menjabat sebagai direktur Dewan Keamanan Nasional Israel

No comments: