01 September 2008

FIDYAH


Asww.
Bpk. Ustadz, Pada Puasa Ramadhan (Desember tahun 2001) istri saya keguguran pada ramadhan ke-15, kemudian untuk Ramadhan mendatang (2002) istri saya sedang menyusui, bagaimana ketentuan syari‘ah mengenai penggantian fidyahnya dan kapan dibayarkannya (Berapa rupiah per harinya) dan disalurkan dalam bentuk apa, kemudian dapatkah uang tersebut diserahkan semisal ke dompet dhuafa Republika dengan menyebutkan tujuannya sebagai penggani fidyah.

Mohon jawabannya.
Terima kasih.
Jawaban Wanita hamil dan menyusui memang menjadi salah stu pembahasan para fuqoha sejak lama. Pasalnya, secara tektual/ekspilisit Al-quran memang tidak menyebutkan keringanan puasa bagi mereka dan juga konsekuensinya.

Karena itu sebagian ulama ada yang memasukkkannya ke dalam kategori orang sakit dan ada pula yang memasukannya ke dalam kateori orang yang tidak mampu.

Yang menggolongkan kepada orang sakit, maka wanita hamil boleh tidak puasa dan untuk itu dia wajib menggantinya dengan puasa pada hari lainnya.

Yang menggolongkan pada orang yang tidak mampu, maka wanita hamil boleh tidak puasa dan untuk itu dia wajib membayar fidyah sebesar satu atau dua mud sesuai dengan ukuran mud Nabi SAW. Bila dikira-kira, ukurannya sebanyak 3, 5 liter beras atau 2, 5 kg dan diberikan kepada fakir miskin. Satu hari tidak puasa dibayar dengan satu/dua mud fidyah.

Sedangkan As-Syafi‘i berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui itu boleh tidak puasa namun harus membayar dengan qadha‘ puasa sekaligus juga dengan membayar fidyah.

Pendapat Asy-Syafi‘i ini barangkali berat, namun lebih nampaknya beliau mencari titik aman, karena sebaiknya tidak berspekulasi dalam ibadah.

Wallahu a‘lam bis-shawab.

No comments: