07 August 2008

FIKSI


Asww

Pertanyaan:

assalamu'alaikum.
(maaf ustad,saya mengirim pertanyaan yg sama dengan beberapa hari yg lalu,kok belum dimuat ya?apa masih di proses atau saya salah kirim? )
1.ustad,sekarang ini kan bayak dijumpai kisah-kisah fiksi(novel dll).bolehkah kita berdakwah dengan sarana cerita fiksi?soalnya ada ustad yag tidak membolehkannya krn itu merupakan pembohongan dan hanya kisah nyata saja yg boleh.dalil dari pendapat ini adalah:ada sahabat r.a. yang melarang seseorang untuk menceritakan kisah-kisah di masjid.mohon penjelasannya ustad?
terima kasih
Wassalamu'alaikum

Jawaban:
Assalamu `alaikum Wr. Wb.

Cerita fiksi adalah cerita yang tidak berdasarkan fakta kejadian yang nyata. Dalam hal ini bisa terbagi menjadi fiksi reailistis dimana setting dan alur ceritanya logis dan masuk akal. Selain itu ada yang dibuat imajinatif dan tidak masuk akal.

Yang paling baik tentu saja bila based on ture story, fiksi yang berangkat dari kisah nyata. Misalnya kisah para pahlawan Islam, para ulama dan ilmuwan Islam ataupun kisah-kisah orang terdahulu yang memang mengandung hikmah dan pelajaran yang bagus.

Meski demikian, sebuah cerita / kisah memang tidak harus didasarkan pada kisah nyata. Boleh saja cerita itu merupakan karangan penulisnya. Namun alur cerita dan isinya harus bersifat logis dan masuk akal, atau minimal ada keterangan ilmiyahnya. Sehingga unsur pendidikannya bisa jelas dirasakan.

Dan tentu saja tidak boleh mengandung unsur yang bertentangan dengan agama sepertikemusyrikan dan sihir. Sehingga dongeng seperti Harry Potter, Pinokio, Cinderella, Peter Pan, Peri dan sejenisnya tidak sesuai dengan aqidah Islam. Karena isinya menceritakan tentang sihir, alam ghaib, syetan dan segala bentuk kemusyrikan. Memang secara aqidah kita mengenal fenomena sihir dan segala keajaibannya, namun menurut aqidah Islam, semua itu adalah perbuatan syetan yang jahat yang harus dihancurkan, bukan dijadikan tontonan. Sehingga menyuguhkan cerita syetan bukanlah ide yang benar.

Allah SWT dalam ayat-ayat Al-Quran sering menggunakan permisalan untuk lebih menjelaskan suatu duduk perkara. Perumpamaan-perumpamaan dalam Al-Quran itu merupakan ilustrasi dari sebuah pesan yang ingin disampaikan kepada pembacanya.

Beberapa diantaranya adalah ayat-ayat berikut :

�Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api , maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.� (QS. Al-Baqarah : 17)

�Dan perumpamaan orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja . Mereka tuli, bisu dan buta, maka mereka tidak mengerti.� (QS. Al-Baqarah : 171)

�Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya . Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir.�.(QS. Al-A`raf : 176)

�Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.�(QS. Al-Jumuah : 5).

�Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.�(QS. Al-ankabut : 43).

�Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quraan ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.�(QS. Az-Zumar : 27).

Berangkat tapi gaya bahasa Al-Quran yang banyak menggunakan perumpamaan itu, maka banyak para ulama pendidikan yang mencoba meniru gaya Al-Quran dengan membuat kisah-kisah perumpamaan. Kisah-kisah ini tidak harus kejadian nyata, tetapi bisa saja sebuah kisah fiktif yang mengandung unsur pendidikan, baik berkaitan dengan aqidah, akhlaq, sopan santun, etika, ilmu pengetahuan, patriotisme dan sebagainya.

Jadi, selama tema dan isinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, serta dimaksudkan untuk tujuan yang baik, maka cerita fiksi diperbolehkan.
Wallahu a`lam bis-shawab.

Wassalamu `alaikum Wr. Wb.

No comments: