15 May 2008

KONSULTASI FIKIH


: Keluarga
NIAT CERAI DAN NAFKAH

Pertanyaan:

ASSALAMU'ALAIKUM WR WB Bp. USTADZ
SAYA SUDAH LAMA SEKALI MEMPUNYAI NIAT MENCERAIKAN ISTRI SAYA SECARA RESMI. DULU SAYA PERNAH MENGUCAPKAN TALAK, SETELAH SAYA MENIMBANG BAHWA RT KAMI TIDAK DPT DILANJUTKAN. TETAPI SAMPAI SAAT INI ISTRI SAYA TDK MAU PERGI DARI RUMAH SAYA MESKI SAYA USIR SEKALIPUN, BAHKAN ANAKNYA [HASIL SELINGKUH] SAMPAI SAYA LEMPAR SAMPAI PATAH KAKI DAN TANGANNYA PUN TETAP TIDAK MAU PERGI. SAMPAI SAAT INI SAYA TIDAK SATU RUPIAH PUN MEMBERINYA NAFKAH BAIK BERUPA UANG MAUPUN MAKANAN. BIASANYA DIA MAKAN DARI SISA-SISA DI MEJA SETELAH SAYA TIDUR. SAYA ANGGAP SAYA MASIH MEMBERINYA NAFKAH LEBIH DARI CUKUP, KARENA SETIAP BULANNYA PENGHASILAN SAYA 2,5Jt SAYA HABISKAN UNTUK MEMBIAYAI KASUS SAYA DGN TEMAN SELINGKUHNYA [YG TDK TERIMA KARENA SAYA TELANJANGI KELUAR DARI HOTEL BERSAMA ISTRI SAYA].
BAGAIMANAKAN STATUS SAYA DGN ISTRI SAYA, SAYA PERNAH MENJATUHKAN TALAK TETAPI PROSES PENGADILAN PIDANA & AGAMA BELUM TUNTAS? KARENA SAYA SDH TDK MENGANGGAP SBG ISTRI, APAKAH SAYA BERDOSA KRN TDK MEMBERINYA NAFKAH [TETAPI KALAU DIANGGAP MASIH SBG SUAMI SAYA MASIH MENGELUARKAN UANG UNTUK KASUSNYA YG SAYA ANGGAP LEBIH PENTING DARIPADA MEMBERINYA MAKAN]
nb. menurut saya dia bertahan tinggal bersama saya bukan sebagai istri saya tetapi krn sdh tidak ada pilihan lain [dia diusir oleh keluarganya sedangkan teman selingkuhnya sdh mempunyai anak dan istri]
TERIMAKASIH PAK USTADZ
WASSALAMU'ALAIKUM WR WB

HELMI

Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil Alamin. Wassh-shalatu wassalamu ala Asyrafil Anbiya wal Mursalin wa ala alihi wa shahbihi ajmain. wa ba'du:

Saudara Helmi, kami bisa memahami perasaan Anda saat ini. Suami manapun tidak akan rida dan rela manakala mengetahui bahwa isterinya melakukan perselingkuhan dengan lelaki lain. Tindakan tersebut tentu saja tidak bisa ditolerir dan merupakan perbuatan yang sangat dimurkai oleh Allah Swt.

Hanya saja, dalam kondisi semacam itu, kita harus tetap mengambil sikap yang proporsional dan berpikir jernih; tidak boleh berlebihan dan melampaui batas.

Pertama, dari sisi nafkah Anda memang tidak wajib memberikan nafkah kepada isteri yang sudah diceraikan secara sah jika sudah melewati masa iddah. Namun, berbuat baik kepadanya adalah sesuatu yang terpuji; apalagi jika ia dalam kondisi sangat membutuhkan dan tidak ada lagi yang memberinya nafkah. Artinya, jangan sampai kemarahan kita kepada seseorang membuat kita berbuat zalim dan aniaya kepadanya. Akan tetapi, kita harus memperhatikan hak-haknya, kebutuhannya, dsb selagi kita memang mampu. Hal ini misalnya pernah terjadi kepada Abu Bakar ra. saat ia menghentikan bantuan yang biasa diberikan kepada Misthah bin Atsatsah lantaran orang tersebut ikut menyebarkan berita dusta di seputar Aisyah ra yang merupakan anaknya. Dalam kacamata kita barangkali sangat wajar kalau Abu Bakar menghentikan bantuan tersebut kepada orang yang tidak tahu balas budi. Namun, ada ayat Alquran yang turun menegur perbuatan Abu Bakar tersebut agar tetap berbuat baik kepadanya ( Lihat QS an-Nur:22)

Kedua, terkait dengan kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh isteri Anda, Anda harus mencari tahu apa yang menyebabkan isteri Anda melakukan tndak perselingkuhan tersebut. Apakah karena dipaksa? atau karena apa? Sebab, bisa jadi, ia jatuh ke dalam perbuatan nista tersebut karena dipaksa, ditekan, diancam, atau dibuat tidak sadar. Semua itu mungkin terjadi. Lalu, kalaupun ia melakukan dengan kerelaan pada saat itu, bagaimana kondisi dan perasaannya setelah perselingkuhan itu dilakukan. apakah ia mengakui kesalahannya, insyaf dan bertobat? atau sebaliknya? Ini sangat penting untuk diketahui sebab kalau ia memang insyaf dan menyadari semua kekeliruannya, berarti ada peluang untuk memperbaiki diri guna kembali menjadi isteri yang baik. Sebab, yang membedakan antara Adam dan Iblis adalah Adam setelah melakukan kesalahan, ia mengakui kesalahannya dan bertobat, sementara Iblis tidak demikian. Bahkan, seringkali orang yang pernah terjatuh dalam kesalahan dan dosa, setelah itu menjadi lebih baik dari sisi kesalehan dan ketaatannnya kepada Allah Swt.

Ketiga, Anda harus mengevaluasi pula sejauh mana pengawasan, perhatian, dan kasih sayang yang telah Anda berikan kepada isteri Anda sebelumnya. Sebab, bisa jadi selama ini Anda kurang memberikan perhatian kepada keluarga, terutama kepada isteri. Dalam arti, Anda kurang memberikan pemahaman agama kepadanya, tidak peduli siapa saja yang menjadi temannya, serta tidak menumbuhkan suasana keagamaan yang baik di tengah-tengah keluarga. kalau itu memang terjadi, maka tidak pantas kalau sepenuhnya diarahkan kepada isteri Anda.

Keempat, kalau ternyata isteri Anda menampakkan upaya perbaikan, dan selama masih termasuk talak satu dan dua, maka Anda bisa kembali kepadanya dalam rangka untuk menyelamatkan dirinya. Menikah dan menjaga hubungan dengan isteri yang kondisinya semacam itu pernah terjadi pada sahabat.

Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, "Istriku ini seorang yang suka berzina". Beliau menjawab,"Ceraikan dia!". "Tapi aku masih mencintainya". "Kalau begitu bersenang-senanglah dengannya". (HR. Abu Daud dan An-Nasa?i)

kelima, Anda tidak boleh memperlakukan sang anak yang tidak bersalah menjadi sasaran kemurakaan Anda. Yang bersalah adalah isteri Anda dan teman perselingkuhannya, Adapun anak dari hasil perbuatan tersebut tidak bersalah . Karena itu, ia justru harus mendapat perhatian dan kasih sayang kita. Adalah dosa besar jika kita bertindak aniaya kepada seseorang, apalagi kepada anak yang tak berdaya dan sebenarnya membutuhkan kasih sayang kita.

Akhirnya, kita berdoa semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua dan memberikan jalan keluar terbaik kepada Anda. Wallahu a'lam bish-shawab

Wassalamu alaikum wr.wb

No comments: