23 May 2008
Apa Hukum Pakai Cadar / Tutup Muka
Konsultasi : Fiqih Wanita
Istri diminta menutup wajah
Pertanyaan:
Dear Ustadz, semoga senantiasa dlm lindungan Allah. Aamiin.
Bersyukur saya memiliki istri yang sholehah & sedap dipandang, namun dibalik itu ada satu kekhawatiran saya sebagai suami ketika istri berada di jalan. Banyak mata laki-laki yang memandangnya membuat saya berinisiatif memintanya sesekali untuk menutupi wajahnya dengan sapu tangan/slayer terutama saat naik motor.
Pertanyaannya :
1. Salahkah saya bila hal ini saya biarkan saja, mengingat ikhtilat yg diperkenankan hanya dlm jual beli, meminang dan pendidikan. ?
2.Benarkah ada hadits yg mengharamkan syurga bagi seorang suami disebabkan diamnya suami saat istrinya memamerkan auratnya.?
3. Dosakah istri bila selalu menolak perintah suami untuk sekedar menutup wajahnya.?
Demikian Ustadz, mohon jawabannya mengingat hal ini berpeluang menjadi potensi KONFLIK diantara kami.
Jazakumullah khairan katsir..
Wassalamu'alaykum wr wb
Djundi
Djundi
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin wash-shalatu wassalamu ala asyrafil Anbiya wal Mursalin wa ba’du:
Saudara Djundi, pertanyaan pertama tentang ikhtilath yang Anda masudkan kurang jelas. Jika yang dimaksud dengan ikhtilath tersebut adalah adanya persentuhan dan campur baur yang bisa menimbulkan fitnah besar maka tentu saja tidak boleh.
Sementara yang kedua, memang benar bahwa ada tiga orang yang tidak akan masuk sorga seperti yang disabdakan oleh Nabi saw: (1) orang yang durhaka kepada orang tuanya (2) dayyûts (orang yang tidak cemburu manakala aib atau aurat isterinya terlihat) (3) serta wanita yang berpenampilan seperti laki-laki. (HR al-Hâkim).
Lalu ketiga, terkait dengan menutup wajah, pada dasarnya menutup wajah dalam Islam tidak wajib karena bukan merupakan aurat wanita.
Allah befirman,
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya (QS Nur: 31).
Berdasarkan riwayat yang berasal dari Ibn Abbas ra. Para ulama ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ”janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak” adalah wajah, cincin dankedua telapak tangan. Riwayat yang lain yang berasal dari Anas disebutkan, ”Telapak tangan dan cincin (termasuk jari-jari).” Menurut Ibn Hazm semuanya benar.
Karena perbedaan tafsir mengenai kalimat bagian yang biasa nampak maka para ahli fikih juga berbeda dalam menentukan batas aurat wanita. Di antara mereka ada yang berpendapat aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua telapak tangan. Namun ada pula yang berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh badan kecuali wajah, dua telapak tangan, dua telapak kaki, dan letak gelang kaki (di atas tumit dan di bawah mata kaki). Sementara ada pula yang berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah.
Dari sejumlah pendapat di atas, tidak ada yang menetapkan wajah atau muka sebagai aurat. Jadi, menurut Alquran dan hadis Rasul wajah tidak termasuk aurat wanita.
Lalu terkait dengan firman Allah yang berbunyi, dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya menurut Ibn Hazm wanita boleh membuka wajahnya sebab yang diperintahkan oleh Allah adalah menutupkan kain kerudung ke dada; Allah tidak memerintahkan menutup muka dengan kerudung.
Ada sebuah riwayat yang berasal dari Ibn Abbas yang berbunyi,
Seorang perempuan dari Khats’am saat Hajjatul wada bertanya kepada Rasulullah mengenai suatu masalah. Ketika itu beliau (Nabi) berada di atas punggung unta dan Al-Fadhl ibn Abbas membonceng di belakang beliau. Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa al-Fadhl menoleh ke arah wanita itu yang memang tampak cantik. Mengetahui hal itu Rasulullah langsung memalingkan wajah al-Fadhl ke arah lain. Al-Abbas melihat peristiwa tersebut dan bertanya, ”Ya Rasulullah mengapa engkau memutar leher anak pamanmu sendiri?” Beliau menjawab, ”Aku melihat seorang pemuda dan pemudi (saling melihat). Keduanya tidak aman dari godaan setan.” (HR Bukhari Muslim).
Dari riwayat di atas para ulama menyimpulkan:
-pria boleh melihat wanita (yang bukan mahramnya) selama diperkirakan tidak terjerumus ke dalam fitnah.
-Rasul saw. tidak menyuruh perempuan tadi menutup wajahnya dan jika wajahnya tertutup tentu al-Fadhl tidak akan bisa melihat kecantikannya.
Demikian hukumnya jika dalam kondisi normal. Akan tetapi, hukumnya bisa berubah; yakni menutup wajah menjadi sebuah keharusan kalau dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Jadi tergantung kepada illah (sebab) kondisi dan situasi. Apabila pertimbangannya adalah kemungkinan besar terjatuh pada fitnah jika tidak ditutup maka menjadi wajib.
Dan apabila kondisinya norma, maka sifatnya pilihan. Dalam hal ini, kami menyarankan agar hal ini dibicarakan baik-baik antar suami isteri dan kalau memang mendesak hendaknya sang isteri mengikuti perintah suami. Sebab, isteri memang merupakan “milik suami.”
Wallahu a’lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment