30 June 2008
SHALAT
Konsultasi : Ibadah
Bermakmum kpd Orang yang Shalat Sunnah
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum...Jazakumullah.
Maaf Klo pertanyaan ini sudah ditanyakan oleh ikhwan yang lain. Begini ustazd saya pernah menjadi makmum pada suatu waktu, tapi ternyata yang saya ikutin itu orang yang sedang sholat sunnah sedangkan saya niatnya solat fardhu. Yang saya tanyakan apakah yang harus saya perbuat ketika orang tersebut mengatakan pada saya bahwa dia tadi solat sunnah...? Yang kedua ketika saya pada posisi solat sunnah ternyata ada yang mengikuti (makmum), apakah ada isyarat khusus untuk memberi tahu orang dibelakang saya..?
Trima Kasih
Salam
Abdullah
Jawaban:
Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Sebagian ulama mengatakan bahwa tidak harus ada kesamaan niat antara imam dan makmum dan shalat berjamaah. Sehingga meski imam itu sedang shalat sunnat sekalipun, tetap orang yang melakukan shalat wajib dibolehkan bermakmum kepadanya.
Paling tidak hal itu didasari oleh hadits Ibnu Abbas dimana beliau berdiri di samping Rasulullah SAW setelah Rasulullah SAW masuk dalam shalat. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Juga oleh hadits-hadits yang menerangkan bolehnya seseorang yang sudah shalat fardhu untuk mengulangi lagi shalatnya itu bersama dengan orang lain yang ingin berjamaah dengannya. Pada kondisi itu, dia boleh shalat lagi meski dia sudah melakukan shalat tersebut, namun hukumnya buat dia bukan lagi shalat wajib tapi shalat sunah. Sedangkan makmumnya melakukan shalat yang hukumnya wajib buat dirinya.
Dari situ para ulama mengambil kesimpulan bahwa tidak ada syarat kesamaan niat dalam suatu jamaah shalat, karena imam berniat shalat sunnah sedangkan makmum berniat shalat wajib. Dan hal itu dibenarkan.
Juga tidak disyaratkan untuk berniat menjadi imam bagi seorang imam yang diikuti, namun bagi makmum wajib berniat sebelumnya.
Wallahu a`lam bis-shawab.
RAHASIA
Asww.
Menjaga Rahasia
''Jika seseorang menceritakan suatu peristiwa kemudian ia berpaling, maka cerita itu menjadi amanah.'' (HR At-Turmudzi).
Dalam pergaulan sehari-hari, kita sering mendengar cerita dari rekan ataupun sahabat tentang diri mereka dan juga orang lain. Sadar atau tidak, sebenarnya cerita-cerita tersebut menjadi amanah buat kita. Karena dipandang sebagai amanah, itu menjadi rahasia yang harus dijaga.
Setiap cerita yang sampai kepada kita pada dasarnya semua adalah amanah. Tak hirau apakah itu benar atau salah. Keduanya harus dirahasiakan, dalam arti tidak memberitahukan kepada orang yang tidak berhak untuk mengetahuinya.
Apalagi, jika cerita itu menyangkut hal negatif. Jika cerita itu benar, berarti itu merupakan suatu aib. Tentu, ia akan merasa malu manakala orang lain mengetahuinya. Maka dari itu, kita diperintahkan untuk tidak menyebarluaskan aib saudara kita.
Rasulullah bersabda, ''Barangsiapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat kelak.'' (HR Ibnu Majah).
Adapun jika cerita itu tidak benar, berarti itu adalah kebohongan. Membicarakan tentangnya sama saja kita telah menyebarkan berita dusta. Dan, ini adalah bentuk pengkhianatan yang paling besar. Karena, kalau pun benar adanya, ia disebut berkhianat sebab ia menceritakan apa yang seharusnya tidak diceritakan. Apalagi kalau tidak benar adanya.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW juga bersabda, ''Khianat terbesar adalah ketika engkau membicarakan saudaramu perkara yang bagimu itu menganggap dirimu jujur, padahal baginya dirimu adalah pembohong.'' (HR Bukhari).
Oleh karenanya, untuk menghindari terbuka pintu-pintu dosa dari kesalahan-kesalahan yang diperbuat lidah, lebih baik memilih diam daripada harus terjebak pada dusta. Inilah cara menjaga rahasia tersebut. Dan, orang yang tidak bisa menjaga rahasia, hakikatnya telah terhimpun tiga tanda kemunafikan dalam dirinya.
Rasulullah SAW bersabda, ''Tanda orang munafik ada tiga; Jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkari, dan jika dipercaya ia khianat.'' (HR Bukhari).
Dalam soal menyimpan rahasia, menceritakan, atau tetap menyimpan tak ada bedanya. Justru, menjadi ''ember bocor''--tak bisa menyimpan rahasia dan hobi menceritakan kejelekan orang lain--yang merugikan kita. Cobalah posisikan diri kita di tempat orang yang kita bocorkan rahasianya. Bukankah teramat menyakitkan?Wassalam
28 June 2008
HIDUP
Asww.
Kesulitan Hidup
''Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).'' (QS Al-Insyiqaaq [84]: 19).
Kalau kita mencoba merenungkan dan mendalami realitas kehidupan manusia di dunia, dengan lebih menekankan pada usaha memahami dari aspek metafisisnya, maka secara fundamental kehidupan manusia tiada yang sulit. Karena, manusia sesungguhnya tinggal menjalani kodrat.
Untuk itu manusia dibekali Allah kemampuan fisik, kecerdasan, dan hati nurani untuk mengaktualisasikan diri mengatasi kesulitan yang dihadapi. Secara fisik kesulitan bisa terjadi, karena seluruh kemampuan organik seseorang kenyataannya akan menurun secara alamiah, sementara tantangan yang dihadapinya berkembang makin kompleks. Tetapi, apakah hidup hakikatnya sulit?
Jika kita coba memaknai realitas kesulitan, dan kita melihatnya dari sisi lain, ternyata kesulitan dapat membawa manusia semakin kuat, dan tanpa adanya kesulitan, takkan pernah ada kemajuan. Manusia adalah ''makhluk belajar'', dia belajar dan jadi kuat karena menghadapi tantangan kesulitan. Tanpa kesulitan, daya kekuatan nalar lebih yang dimiliki manusia ketimbang makhluk lain, tidak akan ada artinya dan tiada manfaatnya. Tanpa kesulitan daya nalar manusia akan mati, dan keseluruhan akan menjatuhkan eksistensi manusia sendiri dalam kehidupan dinamis dan penuh perubahan.
Kesulitan hidup dilihat dari sumber kehidupan, merupakan jalan pendakian menuju puncak keilahian. Karena itu, kesulitan hidup jangan dikeluhkan, apalagi dicaci maki, karena akan menghancurkan kemampuan yang dimilikinya, dan sebaiknya kesulitan hidup harus dijalani sebagai langkah menuju Ilahi.
Jangan berputus asa dari rahmat Allah. Jangan mengeluh, karena keluhan akan membuat kesulitan terasa semakin berat dijalani. Sebagai jalan pendakian kenikmatan dan kebahagiaan dalam menghadapi kesulitan segera datang, ketika kita sudah melewatinya dan berada di puncak, seketika itu ada pencerahan yang terbit dan menguak cakrawala kehidupan spiritualitas yang amat luas, dan membahagiakan.
Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat ...'' (QS Al-Insyiqaaq [84]: 19). Kesulitan adalah tingkatan untuk menjadi manusia yang berkelas. Dan Dia menjanjikan, ''Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.'' (QS Alam Nasyrah [94]: 6).
Itulah ajaran Islam yang menyemangati kehidupan ini, akhirnya kita mohon kepada Allah karunia yang terbaik dalam rangka memberikan pengabdian yang seoptimal mungkin.
27 June 2008
DIALOG
Asww.
Ada seorang pemuda datang menghadap Rasulullah untuk bertobat, dia siap meninggalkan segala dosa, kecuali zina. Pengakuan pemuda itu direspons dengan sinis oleh beberapa orang sahabat, tetapi Rasulullah justru mengajak pemuda itu berdialog dengan senyuman seorang pembawa kabar gembira. Rasulullah bertanya, ''Sukakah engkau kalau hal ini terjadi pada ibumu?'' Dia menjawab, ''Tidak, demi Allah, aku sebagai jaminanmu,'' jawabnya.
''Demikian pula halnya setiap manusia pasti tidak menyukai hal itu terjadi pada ibu-ibu mereka,'' jelas Rasulullah kepada pemuda itu. Kemudian, beliau ajukan pertanyaan lagi, ''Sukakah engkau jika hal itu terjadi pada anak perempuanmu?'' Dia menjawab, ''Tidak, demi Allah, Allah menjadikan diriku sebagai jaminanmu.''
Beliau jelaskan lagi, ''Demikian pula manusia tidak menyukai hal itu terjadi pada anak perempuan mereka.'' Kemudian, beliau tanya, ''Sukakah engkau jika hal itu terjadi pada saudara perempuanmu?''
Pemuda itu menjawab, ''Tidak, demi Allah, Allah menjadikan aku sebagai jaminanmu.'' Lalu, beliau bersabda, ''Tidak pula manusia menyukai hal itu terjadi pada saudara-saudara perempuan mereka. Sukakah engkau jika hal itu terjadi pada bibimu?''
Kembali pemuda itu menjawab, ''Tidak, demi Allah, Allah menjadikan aku sebagai jaminanmu.'' Rasulullah mengatakan, ''Tidak pula manusia menyukai hal itu terjadi pada bibi mereka.'' Kemudian, Rasulullah meletakkan tangannya kepada pemuda itu seraya mengucapkan, ''Ya Allah, ampunilah dosanya, bersihkanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya.'' Sang pemuda pun menyatakan pertobatannya.
Asww.
Rasulullah sebagai pembawa misi dakwah, sedari awal menyampaikan dakwah dengan budaya dialog bukan dengan kekerasan. Dalam banyak lintasan sejarah, sikap ini diulang-ulang oleh Rasulullah. Ternyata, hasilnya luar biasa, orang yang tadinya membenci dan memusuhi Islam justru berbalik menjadi pembela dakwah Rasulullah.
Budaya dialog juga menjadi budaya semua utusan Allah yang kemudian mereka wariskan kepada umat hari ini. Di dalam Alquran, kita menemukan potongan-potongan dialog antara nabi Ibrahim dengan Namrudz musuh Allah, dialog Musa dengan Firaun, dialog Yusuf dengan penguasa Mesir, dan sebagainya.
Hal ini semua menjadi penegasan kepada kita bahwa kebenaran harus disampaikan dan dibela, tetapi tidak dengan cara yang anarkis dan penuh kebencian. Bahkan, Allah berpesan kepada Nabi Musa dan Harun yang akan berdialog dengan Firaun agar menggunakan tutur bahasa yang lemah lembut
24 June 2008
NIKAH
Konsultasi : Nikah
Nikah dengan mantan kakak ipar
Pertanyaan:
Pak ustad,apakah boleh menikah dgn mantan kakak ipar?krn dalm al-qur,an disebutkan janganlah kamu nikahi saudara istri-istrimu..terima kasih
fitri
Jawaban:
Assalamu alaikum wr.wb.
Allah SWT telah berfirman dalam surat An-Nisa :
Diharamkan atas kamu ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu ; anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu , maka tidak berdosa kamu mengawininya; isteri-isteri anak kandungmu ; dan menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. An-Nisa : 23)
Dari potongan terakhir dari ayat di atas (menghimpunkan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau) jelas bahwa yang dilarang adalah menikahi kakak dan adik sekaligus dalam satu masa. Sementara, kalau seorang isteri meninggal misalnya lalu sang suami ingin menikahi adik atau kakak dari isterinya yang telah meninggal tadi, hal itu diperbolehkan.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb
SHALAT
Asww.
Shalat yang dilakukan dengan baik akan meninggalkan bekas yang baik pula. Allah SWT berfirman, ''Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Alquran dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.'' (QS Al Ankabut [29]: 45).
Ayat Alquran di atas menunjukkan pelaksanaan ibadah shalat memiliki efek positif pada tingkah laku pelaksananya. Secara langsung, seseorang yang melaksanakan shalat dengan baik akan senantiasa terkontrol dan terjaga perilakunya. Serta, terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai kebajikan yang diajarkan Islam.
Nabi Muhammad SAW berpesan dalam salah satu hadisnya yang lain tentang urgensi shalat dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, ''Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mengerjakannya berarti ia menegakkan agama. Dan, barang siapa yang meninggalkannya berarti ia meruntuhkan agama.'' (HR Baihaqi). Sebagaimana sebuah bangunan, Islam pun akan mudah goyah dan runtuh bila berdiri tanpa tiang, yaitu ibadah shalat.
Islam akan tegak ketika nilai-nilai ajarannya terimplementasikan dalam kehidupan nyata. Ke-Islaman seseorang akan kuat berdiri ketika Islam tidak hanya diyakini melainkan juga dipraktikkan. Hal tersebut terjadi karena ibadah shalat mendorong pelaksananya untuk senantiasa ingat kepada Allah SWT. Dalam sebuah ayat Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.'' (QS Thaahaa [20]: 14).
Lebih lanjut, betapa penting pengaruh shalat dalam kehidupan manusia sebagaimana penjelasan Rasulullah SAW, ''Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seorang hamba nanti pada hari kiamat ialah shalat. Apabila shalatnya baik (lengkap) maka baiklah seluruh amalnya yang lain dan jika shalatnya itu rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalan yang lain.'' (HR Thabrani).
Di sinilah terdapat hikmah agung, yaitu ketika shalat wajib disyariatkan lima kali dalam satu hari. Ketika seseorang melaksanakan shalat dengan baik, kehidupannya sepanjang hari akan selalu berada dalam koridor Islam. Wallahu alam bish-shawwab
17 June 2008
MULIA
Asww.
Hidup Mulia
Kehormatan negara tercoreng ketika terungkap beberapa pejabat hukum diduga telah menerima suap. Bukan hanya negara dan instansi tempat pejabat itu ditempatkan yang tercoreng, tapi juga pribadi yang bersangkutan.
Adalah pasti bahwa dalam hati nurani manusia, hidup berarti hidup secara terhormat. Islam menilai bahwa suatu kehidupan yang tak disertai kehormatan sama sekali bukanlah kehidupan. Sebaliknya, ia adalah kematian yang lebih pahit dari kematian alamiah. Dan, seseorang yang menghargai kehormatannya sendiri hendaknya meninggalkan kehidupan yang rendah dan tercela.
Dalam Islam, kita akan banyak mendapati ayat Alquran dan hadis Nabi SAW tentang keharusan berbuat jujur. Menurut Islam, seseorang yang adil jika punya kemampuan ilmiah, dia bisa menjadi hakim, gubernur, atau pemegang jabatan lain yang mengemban tanggung jawab di masyarakat.
Islam yang menghormati hak-hak kepemilikan, memberikan penilaian yang tinggi terhadap mereka yang memperoleh harta secara terhormat, dan dari hasil kerja keras serta memanfaatkannya untuk kemaslahan umat. Banyak hadis Nabi memuji sahabat beliau yang kaya raya, seperti Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, dan Saad bin Abi Waqas. Nabi memuji mereka karena dengan meningkatnya kekayaan, kepedulian sosial mereka juga makin tinggi.
Allah berfirman, ''.... Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan, apa saja harta yang baik yang kami nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu sedikit pun tidak akan dianiaya.'' (QS Albaqarah [2]: 272).
Menurut Islam, bukan harta yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan, tapi keserakahan dan pendewaan akan harta. Ada orang yang mendapatkan harta dengan cara yang halal, ada juga yang mendapatkannya dengan jalan pintas dan menabrak semua rambu-rambu agama dan kepatutan.
Sesungguhnya, kita dapat menyaksikan perbedaan yang nyata antara dua orang; orang yang amin (dapat dipercaya) dan orang yang khain (pengkhianat). Orang yang amin adalah tempat kepercayaan dan penghormatan manusia, orang yang khain adalah pusat kemarahan dan penghinaan mereka.
Pemikir Islam, Sayid Jamaluddin Al-Afghani berkata, ''Adalah jelas diketahui bahwa kelangsungan jenis manusia didasarkan pada muamalat dan pertukaran manfaat kerja. Ruh keduanya adalah amanah.'' Mari kita berkaca!
16 June 2008
BERSATULAH
Asww.
Bersatu kuat Bercerai lemah
''Dan, janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.'' (QS Ali Imraan [3]: 105).
Mari, kita mengingat perumpamaan tentang sapu lidi. Beberapa lidi yang disatukan, kemudian diikat bagian pangkalnya, dapat digunakan untuk bersih-bersih ketimbang hanya sebatang saja. Filosofi di balik perumpamaan itu tak lain adalah persatuan.
Kehidupan manusia dapat berjalan baik, sebagaimana sebuah sapu lidi, jika manusia mempererat ikatannya. Disadari ataupun tidak, manusia membentuk kumpulan berdasarkan ikatan tertentu. Umat Islam merupakan kumpulan dari para Muslim yang terikat oleh kesamaan akidah.
Menjadi ujian bagi akidah umat Islam manakala sebuah konflik memicu perpecahan di dalamnya. Akankah kita membiarkan perselisihan itu terus terjadi dan melemahkan kekuatan umat Islam? Apakah kita mengoreksi diri? Sudahkah akidah Islam dipegang teguh?
Akidah itu mewujud dalam keyakinan di hati, ucapan, dan tindakan. Konsekuensinya adalah bersedia menjadi insan yang bertakwa. Kuat lemahnya akidah tampak dari sejauh mana memosisikan perintah dan larangan-Nya.
Di sinilah letak fungsi koreksi, diperlukan orang lain untuk menilai perbuatan kita. Karena itu, ada kewajiban untuk saling menasihati (QS Al Ashr [103]:3). Hanya saja, manusia memang berbeda dengan lidi. Terdapat potensi perbedaan satu sama lain. Terkait hal ini, Sang Pencipta telah memberikan batas-batasannya.
Selama itu tidak mengutak-atik akidah yang sifatnya tidak dapat diganggu gugat, perbedaan tidak sepatutnya menjadi persoalan. Ketika akal manusia tidak digunakan untuk memikirkan kebenaran secara benar dan tindakan yang diambil tidak pula tepat serta memperturutkan hawa nafsu dengan enggan mendengarkan nasihat orang lain, perselisihan pun muncul yang mengakibatkan perpecahan.
Jika perselisihan itu timbul dan perpecahan umat ada di depan mata, satu-satunya jalan adalah kembali kepada akidah Islam. Sebagaimana lidi yang dengan pasrah menerima dirinya diikat, umat Islam seharusnya juga demikian, bersedia dan rela diikat dengan akidah.
Nasihat ini berlaku bagi semua pihak di dalam umat ini, baik aparat pemerintah maupun masyarakat umum. Akidah merupakan keterangan yang jelas dari Sang Pencipta. Tentunya, kita tidak ingin umat berselisih dan bercerai-berai, padahal akidah telah mengikat kita. Atau, maukah kita termasuk orang-orang yang disebutkan ayat di atas? Naudzubillahi min dzalik!
15 June 2008
MENDAMAIKAN
Asww.
Islah
''Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali menyuruh (manusia) memberi sedekah, berbuat makruf (baik), atau melakukan islah (perdamaian) di antara manusia. Dan, siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberinya pahala yang besar.'' (QS Annisa' [4]: 114).
Islah dari segi bahasa berarti memperbaiki, mendamaikan, dan mereformasi. Pelakunya disebut muslih. Seseorang dapat disebut muslih, jika dia memiliki sifat shaleh. Karena itu, islah di satu segi merupakan upaya aktualisasi kesalehan personal sekaligus kesalehan sosial; dan di segi lain mengandung usaha menciptakan kesalehan komunal dan kultural.
Islam itu agama perdamaian dan antikekerasan. Ketika bertemu sesama, setiap Muslim sangat dianjurkan bertegur sapa, memberi senyum, dan mengucapkan salam. Ucapan salam adalah doa sekaligus identitas Muslim untuk senantiasa berdamai, berdoa untuk kerahmatan dan keberkahan sesamanya. Tidak ada yang lebih berharga dalam hidup ini selain perdamaian, keberkahan, dan hidup penuh rahmat dari Allah SWT.
Karena itu, berbuat islah merupakan kewajiban setiap Muslim, lebih-lebih yang bertengkar atau bermusuhan. Bertengkar dan bertindak kekerasan dan anarki itu hanya akan menghabiskan energi secara sia-sia, bahkan cenderung memperburuk citra Islam. Musuh-musuh Islam pasti bersorak-sorai melihat umat Islam saling bertikai.
''Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.'' (QS Al-Anfal [8]: 46).
Islah merupakan kunci penyelesaian masalah dan konflik sosial sekaligus awal terwujudnya kerukunan dan toleransi. Oleh sebab itu, ketika mendapati dua orang sahabat, Ka'ab ibn Malik dan Ibn Haidar bertengkar di Masjid Nabawi, dan suara pertengkaran itu terdengar sampai rumah Rasulullah SAW, beliau langsung keluar melerai dan mendamaikan kedua sahabat Anshar itu. Keduanya diminta untuk saling memaafkan, bertobat kepada Allah, dan berjabat tangan.
Nabi SAW kemudian bersabda, ''Maukah kalian aku tunjukkan perniagaan yang bermanfaat? Engkau mendamaikan sesama manusia jika mereka saling bermusuhan; dan engkau akrabkan mereka, jika mereka saling menjauh.'' (HR Albazzar).
14 June 2008
SEJUK
Asww.
Udara segar
Pertengahan tahun di negeri kita ini adalah saat-saat memasuki musim kemarau. Udara biasa memanas. Kekeringan mulai terjadi. Lahan persawahan di beberapa daerah dikabarkan mengering. Perjalanan tongkang pengangkut batu bara di Sungai Barito juga mulai terganggu.
Namun, di tengah pergeseran musim itu, kesejukan ternyata belum hilang. Di Jakarta pada beberapa pagi terakhir ini, udara masih terasa sejuk. Segar buat dinikmati dengan berjalan kaki sebelum sibuk dengan urusan kerja sepanjang hari. Kesejukan begini yang kita harapkan ada di seluruh negeri ini. Baik pada alam maupun pada suasana kehidupan sosial politik masyarakat. Persoalan Ahmadiyah dan FPI hingga dua pekan silam sempat dikhawatirkan membuat gerah suasana. Namun, kali ini, pemerintah melangkah tepat. Alhamdulillah, tak ada gejolak. Kesejukan suasana tetap terjaga.
Tak mudah menangani soal Ahmadiyah. Sejak kerusuhan di Bogor beberapa tahun silam, urusan ini seperti menjadi bola panas. Saat itu, jamaah Ahmadiyah menggelar pertemuan nasional di sebuah pesantren. Sebagian masyarakat sekitar keberatan. Sebagian kalangan Ahmadiyah tak ingin berendah hati: memaksa melangsungkan pertemuan karena merasa itu haknya. Di kalangan yang menolak, muncul pula sosok-sosok yang memperkeras bentuk penolakan. Itu kesempatan beraktualisasi untuk menjadi tokoh massa 'penjaga kemurnian Islam'. Perang batu terjadi. Media mendapat liputan seru buat pembacanya.
Usai peristiwa itu, diam-diam semua menggalang kekuatan. Para 'pembela Islam' yang percaya pada kekuatan pengerahan massa untuk 'perjuangan'-nya mulai membidik Ahmadiyah sebagai sasaran itu. Menurut sejumlah kriteria, Ahmadiyah adalah sasaran yang bagus. Konsep kenabian pada Ahmadiyah menyimpang dari ajaran baku Islam. Ahmadiyah juga mulai dijadikan ujung tombak 'perjuangan' pengusung liberal.
Kalangan Ahmadiyah juga semakin percaya diri karena kian banyak tokoh publik siap pasang badan. Tentu, juga mengatasnamakan kebenaran. Maka, sempurnalah Ahmadiyah sebagai sasaran. Apalagi, sudah agak lama para 'pembela Islam' tidak punya musuh jelas. Sedangkan, musuh jelas, menurut logika politik, wajib dipunyai buat menjaga eksistensi diri. Lalu, terjadilah kekerasan di lapangan Monas hari itu.
Sikap sebagian besar umat Islam dalam urusan ini cukup jelas. Kalangan yang bertekun untuk berjamaah di masjid dan mengaji saban hari percaya bahwa ajaran Ahmadiyah keliru. Namun, para penganut Ahmadiyah tetap harus diperlakukan secara baik. Di tengah ingar-bingar suasana, pandangan demikian terkubur oleh dua sisi ekstrem yang vokal. Seolah tidak ada pilihan selain menyerang habis atau membela habis.
Syukurlah, pada akhirnya, suara mayoritas yang sunyi itu yang lebih dijadikan dasar pemerintah buat mengambil keputusan. Pak Maftuh bersama Pak ... dan Pak ... menyatakan bahwa penyebaran ajaran Ahmadiyah yang menyimpang dari ajaran dasar Islam itu dilarang. Sebaliknya, polisi juga menindak secara hukum mereka yang menyerang massa AKKBB, kelompok pendukung Ahmadiyah. Langkah pemerintah tersebut secara umum menenteramkam.
Intelektual muslim yang santun, Mas Syafii Anwar, menyatakan bahwa citra positif umat Islam Indonesia sebagai umat yang moderat di mata dunia lenyap karena insiden lapangan Monas itu. Pandangan itu dapat dipahami karena ia korban langsung kekerasan tersebut. Pepatah lama juga menyebut 'nila setitik rusak susu sebelanga'. Tapi, suasana di masyarakat setelah pemerintah mengambil sikap jelas ternyata cukup damai.
Tekanan hidup, ketidakjelasan masa depan, dan/atau merasa menjadi korban ketidakadilan memang mendorong sebagian umat menjadi pemberang. Namun, mayoritas umat ini tetaplah umat yang santun, menghargai perbedaan, dan memercayai petunjuk Nabi Muhammad SAW bahwa tidak ada kebaikan seseorang bila tanpa kelembutan. Umat Islam di negara ini pada dasarnya tetaplah umat yang menyukai serta penyebar kesejukan.
13 June 2008
DAMAI
Asww.
Islah
''Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali menyuruh (manusia) memberi sedekah, berbuat makruf (baik), atau melakukan islah (perdamaian) di antara manusia. Dan, siapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberinya pahala yang besar.'' (QS Annisa' [4]: 114).
Islah dari segi bahasa berarti memperbaiki, mendamaikan, dan mereformasi. Pelakunya disebut muslih. Seseorang dapat disebut muslih, jika dia memiliki sifat shaleh. Karena itu, islah di satu segi merupakan upaya aktualisasi kesalehan personal sekaligus kesalehan sosial; dan di segi lain mengandung usaha menciptakan kesalehan komunal dan kultural.
Islam itu agama perdamaian dan antikekerasan. Ketika bertemu sesama, setiap Muslim sangat dianjurkan bertegur sapa, memberi senyum, dan mengucapkan salam. Ucapan salam adalah doa sekaligus identitas Muslim untuk senantiasa berdamai, berdoa untuk kerahmatan dan keberkahan sesamanya. Tidak ada yang lebih berharga dalam hidup ini selain perdamaian, keberkahan, dan hidup penuh rahmat dari Allah SWT.
Karena itu, berbuat islah merupakan kewajiban setiap Muslim, lebih-lebih yang bertengkar atau bermusuhan. Bertengkar dan bertindak kekerasan dan anarki itu hanya akan menghabiskan energi secara sia-sia, bahkan cenderung memperburuk citra Islam. Musuh-musuh Islam pasti bersorak-sorai melihat umat Islam saling bertikai.
''Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.'' (QS Al-Anfal [8]: 46).
Islah merupakan kunci penyelesaian masalah dan konflik sosial sekaligus awal terwujudnya kerukunan dan toleransi. Oleh sebab itu, ketika mendapati dua orang sahabat, Ka'ab ibn Malik dan Ibn Haidar bertengkar di Masjid Nabawi, dan suara pertengkaran itu terdengar sampai rumah Rasulullah SAW, beliau langsung keluar melerai dan mendamaikan kedua sahabat Anshar itu. Keduanya diminta untuk saling memaafkan, bertobat kepada Allah, dan berjabat tangan.
Nabi SAW kemudian bersabda, ''Maukah kalian aku tunjukkan perniagaan yang bermanfaat? Engkau mendamaikan sesama manusia jika mereka saling bermusuhan; dan engkau akrabkan mereka, jika mereka saling menjauh.'' (HR Albazzar).
12 June 2008
PERADABAN
Asww.
Bagaimana Peradaban Ummat Islam?
Sejak dua dasawarsa terakhir, ada euforia di kalangan Muslim sejagat tentang 'kebangkitan peradaban Muslim'; atau bahkan 'kebangkitan Islam'. Meski ada pencapaian tertentu yang membuat kalangan Muslim bisa optimistis tentang 'kebangkitan peradaban' tersebut; tapi dalam segi lain, cukup banyak pula gejala dan kecenderungan yang membuat pandangan tersebut boleh jadi lebih sekadar retorik daripada kenyataan.
Refleksi saya tentang perkembangan peradaban Muslim pada masa kontemporer itu menguat setelah mengikuti diskusi terbatas Institute for the Study of Muslim Civilization (ISMC), Aga Khan University, London, akhir Mei lalu. Memang, belum ada evaluasi dan assessment yang komprehensif tentang peradaban Muslim dewasa ini; tetapi setidaknya sejumlah observasi telah dilakukan, khususnya oleh ahli peradaban Muslim sendiri.
Secara demografis, jumlah kaum Muslim meningkat secara signifikan pada tingkat internasional. Diperkirakan jumlahnya lebih dari 1,3 miliar jiwa; berarti merupakan masyarakat agama kedua terbesar setelah Kristianitas. Dan peningkatan itu, terutama sebagai hasil dari pertumbuhan kelahiran, karena masih banyak kaum Muslimin yang tidak menjalankan keluarga berencana.
Dengan jumlah yang terus meningkat itu, kaum Muslim pada dasarnya memiliki potensi yang kian besar pula; tidak hanya untuk membangun peradaban Muslim, tetapi juga pada peradaban dunia secara keseluruhan. Tetapi, potensi itu belum bisa diwujudkan. Jumlah penduduk Muslim yang begitu besar belum dapat menjadi aset, tetapi sering lebih merupakan liabilities. Hal ini tidak lain, karena kebanyakan penduduk Muslim tinggal di negara kerkembang; atau bahkan di negara terbelakang, yang secara ekonomi menghadapi kemiskinan dan pengangguran yang jumlahnya terus meningkat seiring meningkatnya krisis energi dan pangan dunia.
Lebih dari itu, dengan kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang tidak menentu, maka pendidikan di kalangan kaum Muslim bukan hanya tidak kompetitif vis-a-vis masyarakat lain, tetapi bahkan sering di bawah standar. Banyak anak tidak mendapatkan pendidikan; terpaksa mengalami putus sekolah, yang akhirnya membuat mereka tidak punya masa depan untuk diri sendiri, apalagi peradaban Muslim dan peradaban dunia.
Memang, ada negara-negara Muslim kaya berkat minyak. Tetapi, pada segi lain, windfall dari naiknya harga minyak justru menambah beban negara Muslim kurang memiliki sumber daya alam; sebaliknya mereka harus menyubsidi negara kaya minyak tersebut. Dan, windfall yang diperoleh negara-negara Muslim kaya minyak itu tidak mengalir ke negara-negara Muslim miskin dalam bentuk grant atau investasi; jika ada, jumlahnya tidak signifikan, boleh dikatakan hanya berupa tetesan belaka.
Karena itulah, negara Muslim yang miskin atau tengah berkembang harus mengandalkan sumber lain; termasuk menambah utangnya dari negara atau lembaga keuangan Barat seperti World Bank dan IMF. Dan, ini tidak bisa lain hanya menambah ketergantungan pada pihak Barat, yang pada gilirannya memiliki implikasi ekonomis, politis, dan bahkan psikologis di kalangan umat Muslimin.
Salah satu dampak psikologis itu adalah menguatnya sikap mental konspiratif; para penguasa negara Muslim berkolaborasi dengan pihak Barat, misalnya saja, untuk mengembangkan ekonomi pasar yang liberal di negara Muslim dengan mengorbankan potensi ekonomi dalam masyarakat Muslim sendiri. Dampak lebih lanjut dari psikologi konspiratif ini dengan segera mengalir ke dalam kehidupan politik, dalam bentuk ketidakpercayaan pada rezim yang berkuasa, yang pada gilirannya mendorong berlangsungnya instabilitas politik.
Psikologi konspiratif lebih jauh lagi membuat kalangan Muslim khususnya sebagian ulama, pemikir, dan aktivis Muslim terperangkap ke dalam sikap defensif, apologetik, dan reaksioner; terpenjara ke dalam enclosed mind atau captive mind, mentalitas tertutup yang penuh kecurigaan dan prasangka. Akibatnya, kalangan Muslim seperti ini lebih asyik pula dalam masalah furu'iyyah, baik dalam bidang sosial, budaya, pemikiran, maupun keagamaan. Buahnya adalah keterjerambaban ke dalam tindakan dan aksi-aksi yang kurang produktif dalam upaya memajukan peradaban Muslim.
Karena itu, jika kita mau berbicara tentang kemajuan peradaban Muslim, sudah waktunya kaum Muslimin membebaskan diri dari psikologi konspiratif dan enclosed mind. Pada saat yang sama lebih menumbuhkan orientasi ke depan daripada romantisme tentang kejayaan peradaban Muslim di masa silam. Tak kurang pentingnya, kaum Muslimin seyogianya lebih mengonsentrasikan diri pada upaya-upaya kreatif dan produktif daripada terus dikuasai sikap defensif, apologetik, dan reaksioner yang sering eksesif.Wassalam
11 June 2008
KHUTBAH
Konsultasi : Ibadah
Shalat Jum'at Dengan satu dan dua kali Azan
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr. wb.
Pak Ustad,
Di lingkungan perumahan tempat tinggal kami sedikit ada perselisihan mengenai tatacara shalat Jum'at, yaitu satu pihak mengehendaki satu kali adzan dan pihak lain menghendaki dengan 2 kali adzan.
Mohon diberi pencerahannya, apa yang mendasari keduanya itu dan mana yang lebih sesuai dengan syariatnya.
Mengingat kedua pihak yang berselisih itu, nampaknya masing2 hanya berdasarkan kebiasaan yang selama ini sudah diikutinya.
Sekedar tambahan Masjid yang ada ini baru dipakai.
Terima kasih untuk pencerahannya.
Wassalam
Hamami
Jawaban:
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba'du.
Azan jumat di masa Rasulullah SAW, Abu Bakar ra dan Umar bin Al-Khatab ra memang hanya sekali saja. Barulah di masa khalifah Ustman bin Affan azan itu menjadi dua kali. Azan yang ditambahkan itu sering disebut dengan azan pertama dilakukan untuk mengingatkan orang-orang bahwa sudah hampir masuk waktunya untuk segera meninggalkan kesibukan perdagangan.
Menurut riwayat, azan yang petama itu dilakukan di pasar, yaitu tempat yang disebut dengan Az-Zaura`. Ada yang mengatakan bahwa Az-Zuara` itu berbentuk tempat atau bangunan yang tinggi seperti menara.
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang menceritakan hal ini.
Rasulullah SAW hanya punya seorang muazzin, bila beliau keluar (naik mimbar) dia berazan dan bila Rasulullah SAW turun dari mimbar dia berqomat. Demikian juga yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar. Ketika masa Utsman dan manusia semakin banyak, beliau menambhakan dengan panggilan yang ketiga di sebuah rumah di pasar yang disebut Az-Zaura`. (HR. Bukhari)
Al-Mawardi salah seorang ulama mazhab Syafi`i menyebutkan bahwa azan tambahan itu sifatnya muhdats / baru. Dilakukan oleh Utsman bin Affan ra dengan tujuan mengingatkan manusia untuk hadir shalat jumat ketika Kota Madinah bertambah luas dan penduduknya bertambah banyak.
Ibnu `Arabi berkata bahwa sebenarnya dahulu Imar bin Al-Khattab ra pun pernah melakukan hal yang sama, hanya saja bentuknya bukan azan melainkan seruan biasa di pasar-pasar. Azan baru dilakuan di masjid saat mereka sudah berkumpul. Kemudian menjadi azan dua kali di masjid.
Wassalam
10 June 2008
AMARAH
Asww.
Menahan Amarah
''Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.'' (Ali-Imron: 133-134).
Amarah merupakan tabiat manusia yang sulit untuk dikendalikan. Dan, Allah menjadikan orang yang mampu untuk menahan amarahnya sebagai salah satu ciri orang yang bertakwa. Di samping itu Allah akan memberikan pahala kepada orang yang menahan amarahnya lalu memaafkan mereka yang menyakitinya. Allah berfirman, ''Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.'' (Asy-Syuura: 40).
Abu hurairah meriwayatkan bahwa pada suatu hari, seorang lelaki mendatangi Rasulullah SAW. Ia berkata kepada beliau. Ya Rasulullah! Nasihatilah saya! Sabdanya, ''Janganlah engkau marah.'' Lalu beliau ulangkan beberapa kali, dan sabdanya, ''Jangan engkau marah.'' (HR Bukhori).
Penekanan Rasulullah SAW di atas menunjukkan betapa pentingnya menahan amarah. Karena ia adalah penyebab terjadinya pertikaian, perpecahan, dan permusuhan. Dan bila ini terjadi, maka akan membawa dampak negatif kepada umat Islam. Oleh sebab itu pula, Islam tidak membenarkan seorang Muslim untuk saling bertikai dan saling berpaling satu sama lain melebihi dari tiga malam.
Sahabat Abu Bakar ra pernah mendapatkan teguran dari Allah SWT karena kemarahan yang dilakukannya dengan bersumpah untuk tidak memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri Aisyah. Allah berfirman, ''Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat-(nya).
Betapa indahnya dunia ini, jika setiap orang berusaha menahan amarahnya. Pertikaian, kerusuhan, permusuhan di mana-mana tidak akan terjadi. Karena kejahatan yang dibalas dengan kejahatan tidaklah memberikan solusi, namun menambah persoalan dan memperpanjang perselisihan
09 June 2008
BARAKAH
Antara Berkah dan Kutukan
Guru saya di SD selalu bilang, batas antara berkah dan kutukan serta antara mudharat dan manfaat sangatlah tipis, setipis kulit ari. Ketika itu, beliau menerangkan bagaimana sungai Nil yang awalnya selalu membawa bencana banjir yang menyengsarakan masyarakat Mesir, tetapi setelah dibangun bendungan dan saluran irigasi ternyata mampu membawa kemakmuran, berupa produksi pangan dan buah-buahan.
Manusia dengan akal sehatnya mampu mengubah sumber bencana dan masalah menjadi suatu yang bermanfaat. Hal sebaliknya juga sering terjadi. Penggundulan hutan mengakibatkan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Pesan moral dari pelajaran ilmu bumi tersebut selalu terngiang dalam telinga saya sampai saat ini. Menariknya, di Indonesia, tampaknya kekayaan alam justru terlalu sering menjadi kutukan dan bencana. Lantas apanya yang salah?
Di tengah kenaikan harga energi, pangan, dan logam seharusnya kita sedang menikmati masa-masa keemasan perekonomian. Yang terjadi justru sebaliknya. Kita sedang memasuki krisis energi dan keuangan negara. Harga berbagai komoditas telah naik tiga kali lipat dan semuanya ada dan dapat diproduksi di Indonesia. Secara keseluruhan, kita mengalami surplus energi.
Produksi minyak, gas, dan batu bara kalau kita jumlahkan akan setara dengan 4,4 juta barel minyak per hari. Kebutuhan dalam negeri hanya setara dengan 1,4 juta barel per hari. Kalau kita pandai mengelolanya, kita tak harus menaikkan harga BBM, mengalami krisis listrik dan gas, serta mengemis minta utang dan menjual BUMN.
Segala jenis logam juga ada. Dari mulai emas, nikel, timah, perak, kuningan, tembaga, besi, aluminium, sampai seng. Deposit emas terbesar di dunia berada di perut bumi Papua yang kini dikelola oleh Freeport. Kalau kita mau, seluruh peralatan makan sekalipun bisa berlapiskan emas. Dalam segi pangan, kita juga masih bisa bernapas lega. Kita telah menjadi produsen sawit terbesar di dunia. Produksi dan konsumsi beras hampir berimbang. Kadang-kadang surplus, kadang-kadang minus.
Gula dan kedelai memang masih harus kita impor secara besar-besaran. Tapi, kalau kita mau, perluasan produksi masih dimungkinkan. Lahan yang nganggur saja masih sekitar 11 juta hektare. Tapi, mengapa semua potensi kekayaan alam itu tidak kunjung membawa berkah bagi rakyat? Kita malah seolah-olah menjadi bangsa yang dikutuk oleh kekayaan alam itu sendiri.
Sekadar untuk melakukan introspeksi, mari kita lihat kebijakan di bidang energi sebagai contoh yang membawa prahara. Bukan untuk saling menyalahkan. Tapi, untuk menjadi sebuah bangsa yang kokoh dan besar, kita harus belajar dari kesalahan kita sendiri.
Pertama, sebagaimana diungkapkan di atas, neraca energi kita masih menunjukkan surplus yang cukup besar. Masalah terbesar adalah di sisi konsumsi. Energi mix kita masih sangat berat pada minyak bumi yang memang produksinya terus-menerus mengalami penurunan selama sepuluh tahun terakhir.
Mestinya, kita lebih banyak menggunakan batu bara dan gas. Batu bara memang kurang ramah lingkungan. Tetapi, dengan perkembangan teknologi sekarang, sangat memungkinkan untuk meminimalkan emisi karbon dari pembakaran batu bara.
Briket sekalipun bisa dibuat untuk menghasilkan api biru seperti halnya gas. Batu bara juga bisa dilikuifikasi sehingga berfungsi seperti minyak solar. Kedua, kita justru lebih banyak menggunakan energi mahal dan sebaliknya energi murah 'terutama gas' kita ekspor. Untuk setiap satu liter bensin yang kita impor, kita harus mengekspor dua liter gas.
Infrastruktur gas alam tak kunjung dibangun. Padahal, biaya investasi pipanisasi sangat terjangkau, yaitu hanya sekitar Rp 25 triliun. Ini menurut estimasi Muhamad Qoyum, seorang pakar di bidang migas. Bandingkan dengan subsidi BBM yang tahun ini mungkin bisa mencapai Rp 200 triliun. Ketiga, investasi di bidang pembangkit tenaga listrik terasa teramat sangat lamban. Kalimantan Timur yang kaya minyak, gas, dan batu bara sampai saat ini listriknya masih byar-pet. Listrik Jawa-Bali sering mengalami pemadaman bergilir.
Bukan karena kita tak memiliki energi, tetapi ini lebih karena kita tak memiliki infrastruktur yang cukup untuk menggunakan energi secara efektif. Di tahun 2005 yang lalu, pada saat pemerintah menaikkan harga BBM, pemerintah telah menjanjikan akan melakukan upaya konversi dari minyak ke gas dan batu bara. Setelah tiga tahun, ternyata langkah yang diambil pemerintah tak kunjung menampakkan hasil yang signifikan. Ada hasil, tapi terlalu marjinal untuk bisa dirasakan.
Kalau saja kita bisa ngebut dalam menyediakan infrastruktur gas alam, bukan hal yang tidak mungkin seluruh rumah tangga di kota besar di Jawa bisa memasak langsung dari gas. Dengan demikian, tabung elpiji bisa digunakan oleh masyarakat di kota kecil dan pedesaan. PLN pun bisa membangkitkan listrik dari gas bukan dari solar sehingga biayanya menjadi lebih murah.
Kalau saja kita bisa ngebut membangun PLTU berbahan bakar batu bara di luar Jawa, tidak ada byar-pet lagi di Medan, Aceh, atau Balikpapan. Emisi karbon dari pembakaran batu bara bisa dinetralisasi dengan menggunakan teknologi baru. Kalau saja semua itu bisa dilakukan, bukan tidak mungkin sekarang kita tidak direpotkan dengan kenaikan harga BBM. Anggaran pemerintah juga bisa menjadi lebih tahan banting karena kita bisa mengurangi subsidi BBM tanpa menaikkan harga.
Tapi, nasi sudah menjadi bubur. Kita tinggal mengharapkan langkah nyata ke depan dari pemerintah. Semoga kekayaan alam kelak tidak lagi menjadi ''kutukan'', tapi menjadi berkah bagi kita semua.
02 June 2008
ZIKIR Sebagai Penenang Hati
Asww
Zikir Penenang Hati
"Hai orang orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan, bertasbihlah kepada-Ku diwaktu pagi dan petang." (QS Alahzab [33]: 41-42).
Allah SWT senantiasa menyanjung dan memuji hamba-hambanya yang selalu berdzikir. Dzikir adalah ruh dari perbuatan baik sebagai bentuk ketaatan menjalani perintah-Nya. Sebuah perbuatan yang baik jika tidak disertai dzikir, maka ia adalah laksana tubuh yang tidak mempunyai ruh. Tubuh yang tidak mempunyai ruh, maka ia dinamakan sebagai mayat. Mayat tak lebih berharga pula, maka dia disebut bangkai.
Shalat, berhaji, dan berjihad hingga ibadah-ibadah sunah lainnya haruslah senantiasa disertai pula dengan dzikir kepada-Nya: "... Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS Aljumu'ah [62]: 10).
Allah telah menegaskan berulang-ulang bahwa kesuksesan dalam beribadah dan kebahagiaan itu terkait dengan memperbanyak mengingat-Nya. Maka, janganlah kamu sekali-kali lupa kepada perintah-perintahnya itu. "Dan, sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS Alaraaf [7]: 205). "Sesungguhnya, perumpamaan orang orang yang berdzikir kepada Allah itu dan orang-orang yang tidak berdzikir kepada-Nya adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati." (HR Abu Musa).
"Perumpamaan rumah yang disebut dengan nama Allah di dalamnya dan rumah yang tidak disebut dengan nama Allah di dalamnya adalah seperti orang yang hidup dan orang yang mati." (HR Imam Muslim).
Maka, sesungguhnya mereka yang berdzikir itu ibaratnya seperti orang yang hidup dalam rumah kehidupan. Sedangkan, orang yang lalai berdzikir kepada Allah itu seperti orang yang mati dalam rumah kematian. Jasad orang yang lalai berdzikir kepada Allah adalah kuburan bagi hati mereka, dan hati mereka itu seperti mayat yang ada dalam kuburan.
Orang yang senantiasa tidak lalai mengingat Allah di kala duduk dan berbaring, di kala pagi dan petang, sesungguhnya mereka telah hidup sesuai dengan firman dan petunjuk Allah SWT. Merekalah orang yang beruntung menjalani hidup di dalam rumah kehidupan dunia yang penuh berbagai cobaan sebelum kematian sesungguhnya datang menghampiri.
Subscribe to:
Posts (Atom)